Produk Lokal “Dilokalin”, Apakah Dupe Culture Sudah Kebablasan?
Beberapa waktu lalu sebuah unggahan TikTok dari akun @_marcoraven ramai diperbincangkan setelah membahas isu brand pakaian KAHA yang dianggap membuat dupe (tiruan) produk Rumer Shirt dari Drunk Dad and Friends. Di tengah fenomena brand lokal yang kerap “melokalkan” produk luar, kini muncul polemik baru: brand lokal yang justru meniru brand lokal lainnya—menciptakan produk serupa dengan harga lebih murah.
Konten Kreasi Matcha Aneh Merajalela, Bukti Budaya Kuliner Kreatif Kita atau Mulai Berlebihan?
Baru-baru ini beredar video-video yang menunjukkan netizen bereksperimen dengan matcha, teh hijau tradisional dari Jepang yang kini semakin populer. Berawal dari kreasi yang mencoba melokalkan—seperti minuman, dessert, dan kue-kue khas seperti martabak—kini demi viralitas, muncul sajian seperti matcha dijadikan kuah mi, bahkan disantap bersama nasi dan lauk lele goreng.
Wajah Baru Indonesia Kaya, Upaya Mendekatkan Tradisi dan Budaya ke Generasi Visual
Indonesia Kaya, sebuah inisiatif budaya yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, resmi memperkenalkan wajah baru mereka, sebuah identitas visual yang dirancang oleh desainer grafis kenamaan Indonesia, Evan Wijaya. Pembaruan ini tidak hanya mencakup Indonesia Kaya sebagai entitas utama, tetapi juga seluruh program dalam ekosistemnya: Galeri Indonesia Kaya (GIK), Taman Indonesia Kaya (TIK), dan Rumah Budaya Indonesia Kaya (RuBIK).
Setelah Blok M, Di Mana Hotspot Budaya Jakarta Selanjutnya?
Blok M pernah jadi jawaban bagi generasi kreatif Jakarta yang haus akan ruang. Mulai dari restoran dan kafe independen, bar-bar kecil, toko-toko vinyl dan buku tua, sampai acara komunitas yang tak terhitung jumlahnya—semua tumbuh dari satu hal: aksesibilitas dan ekosistem yang saling dukung. Tapi seperti halnya kawasan kreatif lainnya, dinamika kota terus bergerak. Ketika satu ruang sudah terbentuk dengan identitasnya sendiri, akan selalu muncul pertanyaan: ke mana arah pergerakan selanjutnya?
Dangdut: Irama Lokal dengan Ambisi Global
Ketika Bad Bunny menjadi wajah reggaeton dan Burna Boy membawa afrobeat mendunia, muncul pertanyaan penting bagi Indonesia: siapa—atau lebih tepatnya, genre musik apa—yang bisa menjadi representasi kita di panggung budaya global? Jawaban yang layak mendapat sorotan serius adalah dangdut.
No Na dan PR Besar Jadi Girl Group Global yang Benar-Benar Indonesia
88rising, label musik terkemuka yang telah membawa musisi Indonesia seperti NIKI dan Rich Brian ke ranah populer di Amerika Serikat, membentuk girl group baru bernama no na. Grup yang beranggotakan empat talenta muda: Baila Fauri, Christy Gardena, Shaz Adesya, dan Esther Geraldine baru saja merilis single perdana mereka yang bertajuk “Shoot”, lengkap dengan video musik (MV) yang langsung mencuri perhatian.
Sepatu Compass Lawan Barang Palsu Lewat Teknologi
Dalam dunia fashion lokal, Compass sudah menjadi fenomena. Dari antrian panjang untuk rilis sepatu hingga resell price yang melonjak, Compass bukan sekadar produk—ia sudah berubah menjadi bagian dari budaya anak muda Indonesia. Namun, di tengah popularitas ini, masalah klasik pun muncul: barang palsu.
Ifan Seventeen Jadi Dirut PFN: Keputusan Tepat atau Tantangan Besar?
Penunjukan Ifan Seventeen sebagai Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN) menimbulkan diskusi hangat di industri perfilman. Dengan latar belakang sebagai musisi, apakah Ifan memiliki kapasitas untuk memimpin lembaga sebesar ini?
Title-Driven Marketing: Selebriti Jadi Petinggi Brand, Strategi atau Gimmick?
Dulu, selebriti hanya menjadi wajah sebuah produk. Kini, tren pemasaran semakin berubah. Bukan lagi sekadar brand ambassador, tapi selebriti kini diberi "jabatan eksekutif" di dalam brand. Mereka tampak seperti bagian dari C-level di brand tersebut—tapi apakah mereka benar-benar punya pengaruh dalam pengambilan keputusan, atau ini hanya strategi branding sesaat?