Art Toys, Mainan Kekinian yang Naik Kelas Jadi Koleksi Dunia

Siapa sangka mainan yang dulu hanya dibeli sebagai penghibur anak kecil kini sudah bergeser fungsinya sebagai cultural movement juga. Mainan-mainan ini biasanya disebut art toys, koleksi yang memang diciptakan seniman dan desainer secara eksklusif sebagai karya seni dan bukan sekadar mainan massal.

Art Toys: Dari Mainan Playful Jadi Koleksi Dunia

Gerakan budaya dalam mengoleksi art toys tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi sudah merambah di masyarakat global sebagai sebuah gaya hidup. Meskipun art toys, sekilas terlihat seperti mainan biasa, tapi jika dilihat dan dimaknai secara mendalam art toys itu punya ciri khas yang unik sehingga membuatnya digemari kolektor dunia.

Biasanya art toys akan dibuat dengan edisi terbatas yang setiap karakternya punya latar cerita menarik dan relate dengan kehidupan kita. Sering kali, proses pembuatannya melibatkan kolaborasi dengan kreator atau brand ternama sehingga membangkitkan minat dari penggemar loyalnya.

Lihat saja bagaimana Labubu yang dirancang oleh seniman asal Hong Kong, Kasing Lung, dan diproduksi oleh Pop Mart telah jadi art toys populer sejak 2024. Labubu kini jadi simbol tren global hingga budaya konsumerisme modern. Semua ini tak luput dari adanya estetika visual, storytelling karakter yang kuat, hype, eksklusivitas, hingga komunitas yang loyal dari brand, seniman, atau illustrator yang berkolaborasi.

“Jadi secara culture, toys ini sudah mencapai titik yang cukup mass secara dampak atau exposure. Orang-orang tau nih ada karakter-karakter ini” ungkap Co- Founder dan Fair Director Jakarta Illustration & Creative Arts (JICAF), Sunny Gho dalam acara konferensi pers JICAF yang diadakan pada 27 Agustus 2025 lalu di Artotel Thamrin, Jakarta Pusat.

Seni yang Semakin Dekat

Dalam kesempatan yang sama, Sunny juga menyampaikan bahwa saat ini art tidak lagi identik dengan kata mahal atau barang yang tidak bisa dibeli. Saat ini mengoleksi seni jadi mudah dan murah karena kolektor tidak harus selalu memiliki karya aslinya, tapi juga dapat memulai dengan mengoleksi bentuk art print-nya.

Ya, mengoleksi art print saat ini juga sudah diakui sebagai bentuk apresiasi terhadap kreator dan cara mendapatkannya pun sangat mudah: bisa dengan menghubungi sang kreator langsung atau berkunjung ke pameran dan pekan raya (fair) seperti JICAF.

Di pameran seperti JICAF, seni jadi terasa lebih accessible dan inklusif. Di sini siapa pun bisa menikmati pameran dan langsung membeli beragam karya seni dengan harga yang transparan dari koleksi 100 kreator — mulai dari gantungan kunci, print ilustrasi, hingga furniture yang semuanya diproduksi dalam edisi khusus yang hanya ada di JICAF.  

Program ini disebut JICAF dengan Retail Experience dan akan berlangsung selama 16 hari, 18 September - 5 Oktober 2025, di The Space, Senayan City. Jadi, gak perlu jadi ‘kolektor kaya’ dulu untuk bisa bawa pulang karya seni.

JICAF: Mulai dari Jakarta, Membawa Seniman dan Ilustrator ke Pasar Dunia

Mengusung konsep yang unik yaitu penggabungan antara retail dan pameran dengan tema ‘New Heights’, JICAF berkomitmen untuk membawa teman-teman seniman dan ilustrator ke level yang lebih tinggi yaitu panggung dunia.

Oleh karena itu, para kreator  yang hadir di JICAF tidak hanya berasal dari Indonesia saja, tepatnya 20% seniman yang akan berpartisipasi berasal dari luar negeri. Nama-nama seperti Nurfadli Mursyid (pencipta Tahilalats) dan Yoyok (ilustrator legendaris Majalah Bobo) akan bertemu dalam satu ruang pameran yang sama dengan Abao (toy designer asal Hong Kong) serta Dan Matutina (illustrator dan graphic designer asal Filipina).

Lewat JICAF, setiap pertemuan seniman atau ilustrator dengan sesama kreator, masyarakat, brand, dan mitra potensial lainnya dapat membuka ruang dialog, pengetahuan baru, hingga kolaborasi unik yang dapat membentuk sejarah baru industri kreatif tanah air. 

Siapa tahu kan, dengan adanya JICAF, bisa jadi perjalanan art toys menuju arus utama lifestyle masyarakat global akan punya jejak penting yang dimulai dari Jakarta.

Previous
Previous

ARKIPEL 2025 Bawa Aktivisme Ke Ranah Sinema

Next
Next

Tidak Hanya Bertabur Bintang Global, LaLaLa Festival Jadi Selebrasi Kekayaan Kreatifitas Lokal