Potensi Bisnis Jimat Era Modern

Kata “jimat” erat sekali kaitannya dengan jampi-jampi atau mantra. Di sisi lain, kata “jimat” juga bisa berkaitan dengan sebuah benda yang dapat melindungi. Lalu, apakah di masa modern ini masih ada yang percaya pada jimat? Atau masihkah ada orang yang menjual jimat untuk perlindungan? Jawabannya….masih!

Cincin dari Jimat by Kerdus bertuliskan “Journey.”

Jimat by Kerdus misalnya, adalah sebuah akun Instagram yang menjual “jimat” di masa modern ini. Eits.. tapi jangan salah! Kata “jimat” yang digunakan sebenarnya merupakan kependekan dari Jiva Meta Tafta yang berarti universal loving kindness atau diterjemahkan sebagai berbagi welas asih kepada sesama. Meskipun begitu, penggunaan kata “jimat” di sini memang diharapkan dapat menjadi pelindung bagi yang memakainya. 

Arie Triono dan Noviana Kusumawardhani sengaja membangun Jimat sebagai media ekspresi mereka untuk membawa manfaat kepada sesama. Keduanya ingin dapat berkontribusi dalam menyebarkan pesan positif pada masyarakat. Lewat “jimat” yang berupa aksesori seperti kalung, gelang, cincin dan anting, mereka membubuhkan afirmasi-afirmasi positif di dalamnya. 

“Pesan positif di setiap benda berasal dari renungan kami berdua serta perjalanan dan pengalaman spiritual. Harapannya, mereka yang menggunakan dapat mengingat afirmasi-afirmasi positif tersebut dan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Pesan-pesan itu seringkali seputar kemanusiaan dan kebaikan, semua berhubungan dengan manusia, alam semesta dan Sang Pencipta”, jelas Arie. 

Arie meyakini bahwa sesuatu yang dibuat dengan sepenuh hati dan niat baik pasti ada energi makna di dalamnya. Makna itu pula yang akan jadi kekuatan jimat, bukan kekuatan mistis. Ia melanjutkan, “Kami percaya semua yang ada di semesta punya energi. Termasuk kata-kata yang memiliki energi bagi mereka yang percaya. Jadi, aksesori yang memiliki kata-kata tersebut niscaya juga akan membawa energi positif untuk para pemakainya.”

Gelang dari Jimat by Kerdus bertuliskan “Dum spiro spero.”

Dalam melakukan kurasi terhadap setiap kata-kata yang dibubuhkan, mereka biasanya menelisik kembali perjalanan spiritual dan mencoba merefleksikan terhadap kebutuhan orang banyak. Oleh sebab itu, “jimat” yang dibuat akan berisi kutipan yang spesifik atau yang general. Ada jimat yang bertuliskan “running is a journey”. Ini ditujukan untuk mereka yang mungkin hobi lari. Ada juga yang bertuliskan “let go ego” sebagai refleksi mereka terhadap tantangan terbesar manusia dalam menghadapi ego dirinya sendiri. Yang pasti, setiap “jimat” hendak berpesan bagi para pengguna untuk dapat meneliti diri sendiri dalam mengarungi kehidupan. Menurut mereka, setiap orang tentunya dapat berselancar sesuka hati. Tapi kita juga jangan sampai lupa untuk kembali meneliti ke dalam diri. 

Di tengah pandemi ini, mereka juga membuat jimat-jimat dengan kutipan yang relevan.Dum spiro spero yang artinya while I breathe I hope. “Pandemi berhubungan erat dengan napas. Kita diajak meneliti kembali tentang hal apa yang sering kita lupakan. Dulu, kita sering sibuk di luar tanpa memahami apa yang terpenting dalam hidup. Padahal hal yang paling utama untuk dilakukan seorang manusia adalah bernapas untuk bisa tetap hidup. Dengan kutipan ini, kita diajak untuk menghargai hidup. Sesederhana untuk bersyukur setiap kali bangun pagi dan masih diberikan napas”, tambah Arie.

Selain kutipan tersebut, di pandemi ini juga ada kutipan yang berasal dari filosofi Jawa yaitu “ndherek kersaning gusti” yang berarti berserah total pada Sang Pencipta pada kekuatan yang tak terbatas. “Kata-kata ini sekaligus dapat menjadi pengingat kita bahwa ada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan sebagai manusia. Kita memang tetap harus berusaha tapi sebaiknya kita serahkan pada yang kuasa. Jadi sebenarnya, kami berharap kata-kata tersebut bisa menguatkan mereka yang memakai jimat ini”, tutup Arie.

Previous
Previous

10 Tahun IdeaFest Berkontribusi di Industri Kreatif Indonesia

Next
Next

WASTE NOT WASTED: Ekspresi Seni dari Limbah Plastik