WASTE NOT WASTED: Ekspresi Seni dari Limbah Plastik

TacTic Plastic adalah karya kolektif seni perempuan yang banyak bekerja dengan sampah plastik sebagai bahan utamanya. Mereka prihatin dengan pencemaran plastik yang berbahaya dan memengaruhi kelangsungan hidup makhluk hidup, termasuk manusia. Mulanya mereka tidak sengaja memilih limbah plastik untuk membicarakan wacana ekologi, tetapi mereka memilih media tersebut lewat beberapa kriteria: menggunakan bahan yang kehilangan nilai ekonomi, dianggap tidak penting dan tersedia secara luas. Mereka bereksperimen dengan setiap bahan plastik yang mereka temukan dan belajar banyak tentang tipe plastik yang digunakan untuk memisahkan jenisnya. Dalam prosesnya, mereka menyadari bahwa tidak semua jenis plastik dapat diolah dengan teknologi sederhana yang mereka miliki di studio mereka. Beberapa plastik tebal membutuhkan panas yang sangat tinggi untuk meleleh sehingga berisiko melepaskan partikel udara yang berbahaya selama proses pengolahan. Dengan pertimbangan itu TacTic hanya mengumpulkan sampah plastik sekali pakai (LDPE) untuk pekerjaannya, dan hanya menggunakan sabun cuci piring sebagai satu-satunya bahan kimia yang digunakan.

Sebelum pandemi, akses ke sampah dapat dikelola tetapi saat ini mereka memiliki masalah dengan mengambil bahan dengan aman —karena sumbernya dari rumah tangga yang berbeda, sampah fisik mungkin tercemar bakteri atau virus—. Proses sanitasi plastik juga perlu langkah tambahan dengan menggunakan desinfektan, sebelum dicuci dengan sabun dan dikeringkan. Untuk menghasilkan karya, TacTic membutuhkan banyak pengrajin dan ruang kerja yang luas, terutama pada saat proses pencucian dan pengeringan.

Mutia Bunga "Cross The Line" (2020), dipamerkan di Pameran Asana Bina Seni Biennale Jogja 2020, Taman Budaya Yogyakarta.

Penggunaan media ini juga digunakan anggota TacTic dalam praktik sebagai seniman individu. Ayu Arista Murti, Mutia Bunga dan Lily Elserisa memiliki pendekatan yang beragam dalam merespon material limbah plastik. Ayu Arista Murti aktif berkarya dengan media lukis yang mulai dipadukan dengan limbah plastik yang mudah ditemui di studionya, berupa bubble wrap. Tidak dipungkiri setiap perhelatan seni rupa yang membutuhkan pengiriman karya sangat tergantung dengan material ini, kemudian setelah karya dipasang, material ini dibuang karena dianggap sudah tidak layak pakai.

Mutia Bunga lebih banyak bekerja dengan cat air dan pigmen di atas kertas, namun dalam karya “Cross The Line” (2020) iya menggunakan limbah plastik dari garis polisi yang dipakai menutup gelanggang olahraga semasa pandemi. Bunga menuangkan beberapa metafora visual yang memperlihatkan alam dalam imajinasi bergaya abstrak hingga gaya realis katastropik. Beberapa bagian teracak untuk memperlihatkan kemungkinan harapan dan hal positif yang masih bisa dicapai jika manusia bisa lebih sadar tentang situasi alam. Yang menarik, Bunga menggunakan pendekatan interaktif di mana ia mengajak pengunjung untuk membentuk lukisan mereka sendiri, merealisasikan imajinasi mereka dengan memajang potongan-potongan lukisan yang telah disediakan Bunga. Bunga menawarkan sebuah pengalaman di mana pengunjung menyatukan konsep tentang hibrida melalui tindakan partisipatif menyusun lukisan. 

Lily Elserisa punya praktik yang unik dibandingkan anggota TacTic lainnya, ia adalah seorang illustrator, desainer grafis, penulis dan juga aktif melakukan pelayanan di Gereja. Karya-karya Lily dapat dilihat dalam ilustrasi serta tulisan dari kampanye TacTic di media sosial, tulisan kuratorial atau essay untuk beberapa pameran seni rupa serta aktif menjadi pembicara di lingkungan pemuda gereja untuk mengambil peran aktif dalam menjaga keberlangsungan alam.

TacTic Plastic x Maria Uthe "Dari Telinga Kemudian Rupa" (2021), dipamerkan di Festival Kebudayaan Yogyakarta 2021

Instalasi terbesar yang pernah dibuat TacTic sebagai karya kolektif dengan bahan ini adalah karya yang dipamerkan dalam Biennale Jogja Equator #5 tahun 2019. Karya seni "Mengandung Plastik" adalah karya seni kolaborasi dengan praktisi budaya Muhammad Ridwan, isunya tentang ikan di laut Mandar yang tercemar plastik hingga telur ikan pun ikut mengandung mikroplastik. Berapa detil karya ini juga menampilkan logo toko waralaba yang meninggalkan banyak limbah plastik sekali pakai di Indonesia, aroma telur ikan juga memenuhi ruang pamer dan menciptakan pengalaman tak terlupakan bagi pengunjung.

Proyek terbaru dari TacTic Plastic dipresentasikan dalam pameran daring Festival Kebudayaan Yogyakarta 2021 “Merekam Rekam”, dalam proyek tersebut TacTic berkolaborasi dengan Maria Uthe untuk berkunjung ke salah satu dapur umum di  Kampung Pemulung Wonocatur. Karya berjudul “Dari Telinga, Kemudian Rupa” berusaha mendengarkan cerita-cerita warga tanpa menggunakan sudut pandang superior yang biasa digunakan dalam acara televisi. Karya ini tidak mengejar rupa yang final tapi lebih banyak menuangkan rekaman proses mendengarkan celoteh warga yang dihadapi warga di tengah situasi pandemi. Situasi yang berusaha ditampilkan adalah permasalahan yang dihadapi pemulung, mencari nafkah lewat sampah serta kompleksitas situasi pandemi menempatkan profesi mereka dalam keadaan rentan secara finansial dan kesehatan. 



Putri R.A.E. Harbie

Putri R.A.E. Harbie (lahir di Denpasar, 1994) tinggal di Yogyakarta, Indonesia. Lulusan Sarjana Desain dari jurusan Sinematografi, saat ini sedang menjadi mahasiswa magister manajemen seni. Aktif bekerja sebagai manajer seni, kurator, programmer film, penulis, videografer dan editor video. Di tahun 2018 menggagagas proyek duo seniman-kurator Monstra Colony yang bekerja dengan irisan tanaman endemik dan pembuatan karya seni.


Previous
Previous

Potensi Bisnis Jimat Era Modern

Next
Next

Jakarta Film Week: Inisiatif Baru Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta