Influencer Marketing di Tengah Pandemi

processed_Geometry-Influencer.jpg

Efek jangka pendek dari wabah Covid-19 yang melanda dunia terus dirasakan oleh berbagai sektor industri, tidak terkecuali bisnis dan kreator di bidang influencer marketing. Pandemi ini membawa perubahan pada gaya hidup serta perilaku konsumen atas konsumsi media dan pengeluaran mereka yang mengalami penyesuaian. Hal ini membuat para influencer, agensi, serta brand harus melakukan sejumlah langkah yang terbaik untuk beradaptasi.

Dalam laporan yang dirilis oleh perusahaan analisis pemasaran Launchmetrics, disebutkan bahwa sponsored post brand di Instagram turun dari mewakili 35% persen konten influencer menjadi 4% sejak pertengahan Februari 2020. Penurunan ini terutama terjadi untuk brand mode, kecantikan, dan luxury products disebabkan dari segi bisnis sendiri, terdapat banyak toko mereka yang harus ditutup di masa pandemi, yang mengakibatkan pendapatan pun berkurang. Selain itu, penurunan ini juga terjadi untuk influencer yang membuat konten tentang perjalanan dan sejumlah acara. Dengan tidak dimungkinkannya aktivitas bepergian dilakukan di saat ini, sejumlah kerjasama dengan brand pun dibatalkan. 

Meski demikian, walaupun angka konsumsi konsumen akan produk mode, kecantikan dan luks sedang rendah, mereka memiliki kebutuhan akan sosialisasi dan konten digital mengingat platform digital hanyalah satu-satunya jendela mereka untuk ‘keluar’ saat di mana mereka diharapkan lebih banyak berada di rumah. Brand dan influencer justru memiliki tantangan sekaligus kesempatan untuk dapat lebih berinteraksi dengan konsumen dan membangun hubungan dengan mereka dengan menghadirkan konten yang relevan dengan kebutuhan konsumen dan isu sekitar, tidak hanya sekedar menjual produk saja. Dan di sinilah influencer memiliki peran kunci sebagai kepanjangan tangan dari brand untuk berinteraksi dengan konsumen.

Akan tetapi, meski sejumlah kerjasama dengan brand dibatalkan, namun industri marketing influencer tidak akan mati. Banyak di antara influencer ini yang mengalihkan fokus ke aliran pendapatan alternatif yang memungkinkan mereka untuk terus mencari nafkah tanpa meninggalkan rumah. Di Indonesia sendiri, Oddie Randa, Country Director Gushcloud Indonesia, sebuah grup pemasaran dan talenta digital, menjelaskan bila bisnis influencer marketing di tengah pandemi saat ini mampu bertahan meskipun tetap merasakan dampak yang cukup besar dari pengurangan marketing budget dari beberapa big spender. Pengurangan marketing budget ini merupakan sesuatu yang wajar karena banyak bisnis yang harus melakukan penyesuaian dengan lini pendapatan mereka yang terdampak oleh pandemi. Dalam beberapa bulan kedepan, sejumlah perusahaan ini akan mampu menyesuaikan diri dengan pandemi dan kembali ke posisi bujet pengeluaran seperti semula.

Berbeda dengan para pemengaruh di bidang mode atau perjalanan, fitness influencer justru mengalami anomali dalam bisnis influencer. Dengan meningkatnya minat pada program olahraga di rumah di tengah pandemi, beberapa influencer ini telah melihat peningkatan penjualan dan engagement secara keseluruhan. Memang, influencer di bidang ini lebih memiliki fokus akan penyediaan layanan langsung ke konsumen, daripada mengandalkan kemitraan dengan brand untuk memperoleh pendapatan. Selain olahraga, konsumen pun banyak mencari konten aktivitas DIY yang dilakukan di rumah mulai dari memasak, berkebun, hingga keterampilan lainnya. Walaupun mungkin beberapa kerjasama brand dibatalkan, karena konsumen lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, penggunaan media sosial menjadi meningkat. Hal ini pun berdampak pada lebih tingginya engagement pada baik sponsored post ataupun bukan yang dibuat oleh influencer.

Melalui laporan resminya mengenai efek dari pandemic Covid-19 pada industri influencer marketing di Asia Tenggara, Gushcloud juga mengeksplorasi bagaimana keadaan dunia pasca pandemi. Pada masa ini, konsumen memiliki kemampuan pembelian digital yang lebih luas, dan oleh karenanya, brand dan influencer harus melihat serta memanfaatkan strategi e-commerce seperti live-commerce dan social commerce sebagai peluang pendapatan baru. Mengenai output konten, peluang dari adopsi platform digital baru dalam beberapa format seperti TikTok, Twitch, dan Instagram Live diperkirakan akan bertahan untuk jangka panjang. Brand dan influencer harus mengoptimalkan konten pemasaran mereka melalui saluran-saluran ini. Meskipun Instagram masih menjadi platform nomor satu untuk influencer marketing, TikTok memainkan peran besar saat brand atau influencer menargetkan konsumen Milenial dan Gen Z. Masih dalam riset yang dilakukan Launchmentrics, dari sejumlah brand yang berinvestasi pada pemasaran di platform baru, khususnya TikTok, 55% mengatakan tujuan mereka memilih saluran tersebut adalah karena ingin menarik konsumen baru. 42% brand pun akan memasukan TikTok, yang sebanyak 46% penggunanya berusia 16 hingga 24 tahun, dalam rencana pemasaran mereka ke depannya.

Akan selalu ada peluang di setiap tantangan. Investasi dalam bisnis influencer marketing pada tahun 2020 terus tumbuh meningkat sekitar 10% hingga 30% dengan Asia menempati urutan kedua di bawah Eropa dan di atas Amerika untuk benua di mana terdapat paling banyak brand di bidang mode, kecantikan, dan luxury products berinvestasi pada influencer marketing. Micro influencer (influencer dengan jumlah followers 20 ribu hingga 100 ribu) dengan pasar mereka yang lebih niche dilihat sebagai cara paling efektif untuk brand dalam menjalin koneksi dan kedekatan yang lebih besar dengan konsumen melalui konten-konten yang relevan dengan mereka dan kondisi sekitar. Dan terlepas dari anggaran pemasaran yang mungkin lebih terbatas daripada sebelumnya, di masa pandemi ini, merupakan salah satu waktu yang tepat untuk membangun hubungan dengan konsumen tersebut.

Previous
Previous

Potensi Bisnis Dari Desain Karakter

Next
Next

Perabotan Penuh Estetika