Evolusi Genre Horor Indonesia: Dari Sensasi ke Spiritualitas

Pada akhir 2000-an hingga awal 2010-an, industri film Indonesia diwarnai oleh tren film horor dewasa, sebuah genre yang menggabungkan elemen-elemen erotis dengan cerita-cerita seram. Film-film ini sering kali mengandalkan adegan-adegan sensual dan tema-tema tabu sebagai daya tarik utamanya, mencerminkan eksplorasi serta tantangan terhadap norma-norma sosial yang konservatif. Keberanian dalam mengangkat isu seksualitas, disertai dengan penampilan dari hantu-hantu tradisional dalam setting yang modern, menjadikan genre ini populer di kalangan penonton tertentu.

Meskipun menghadapi kritik dan kontroversi, tren ini menarik perhatian luas, menciptakan ruang bagi pembuat film untuk bereksperimen dengan formula horor yang berani dan inovatif.

Memasuki akhir dekade 2020-an, terjadi pergeseran mencolok dalam industri film horor Indonesia dengan munculnya gelombang baru film horor religi, terutama yang bertemakan Islam. Genre ini mengeksplorasi ketakutan manusia melalui lensa keimanan, menggabungkan elemen-elemen supernatural dengan pesan-pesan moral dan religius.

Film-film horor religi ini sering menampilkan konflik antara kebaikan dan kejahatan, penekanan pada nilai-nilai spiritual, serta pentingnya menjalankan ajaran agama sebagai perlindungan dari kekuatan jahat. Tren ini tidak hanya mendapat sambutan hangat dari penonton karena kesesuaiannya dengan nilai-nilai budaya dan religius yang mendalam di Indonesia, tapi juga membuka wawasan baru tentang bagaimana horor dapat digunakan untuk merefleksikan dan memperkuat identitas spiritual dalam masyarakat.

Meskipun tren film horor seks dan religi di Indonesia memiliki daya tariknya masing-masing, kedua genre tersebut juga menghadapi kritik.

Pernyataan dari Ketua Bidang Dakwah MUI, Cholil Nafis melalui laman Instagramnya yang diunggah pada (24/03).

Film horor seks sering kali dikritik karena eksploitasi seksualitas yang berlebihan, yang tidak hanya mengaburkan garis antara hiburan dan vulgaritas tapi juga memperkuat stereotip gender dan objektifikasi wanita.

Sedangkan genre horor religi, meski mendalam dalam aspek spiritualitasnya, tidak terlepas dari kontroversi terkait eksploitasi kepercayaan dan potensi penistaan. Film-film dalam kategori ini berisiko menggunakan agama sebagai alat untuk menarik perhatian semata, di mana simbol-simbol keagamaan dan praktik spiritual dapat ditampilkan secara tidak akurat atau dilebih-lebihkan untuk efek dramatis.

Pendekatan semacam ini dapat menimbulkan kesalahpahaman tentang ajaran agama tertentu dan merendahkan kesucian praktik keagamaan kepada sekadar unsur hiburan. Lebih jauh, penggunaan tema religi dalam konteks horor bisa dianggap menyinggung oleh sebagian pemeluk agama, yang melihatnya sebagai bentuk penistaan atau penghinaan terhadap keyakinan yang dianggap sakral, menimbulkan perdebatan dan polarisasi di antara komunitas penonton.

Perjalanan evolusi genre horor di Indonesia, dari yang mengandalkan unsur seksual hingga yang berfokus pada spiritualitas religi, telah memicu kontroversi yang mencerminkan pertarungan nilai di dalam masyarakat. Di satu sisi, ada kekhawatiran bahwa eksploitasi dan penistaan bisa merusak esensi dan kesakralan ajaran agama; di sisi lain, genre horor menawarkan ruang untuk eksplorasi kreatif dan refleksi sosial.

Bagaimana pendapat kamu sebagai penonton?

Previous
Previous

Olen Riyanto: Dari Bossa Nova ke Pop Lewat Single 'Juniper'

Next
Next

ISA Art dan Kedutaan Besar Irlandia Hadirkan 5 Seniman Muda Irlandia dalam Pameran Irelands Eye 2024