Di Balik Pemasaran Bisnis Kristal

Dalam ilmu metafisik, kristal merupakan salah satu hal yang cukup berperan dalam implementasinya. Kehadiran kristal sendiri seringkali berhubungan erat dengan praktik meditasi dan yoga. Hal ini diakui oleh Kanina Widyawan, Founder Crystalogy, yang percaya bahwa perilaku masyarakat kota-kota urban di Jakarta mencari alternatif “wellness” dari yoga, pilates, meditasi hingga kristal. Alasannya adalah karena masyarakat kota besar seperti Jakarta, sangat rentan dengan stres. 

Photo courtesy of Crystalogy.

Sebagai seorang meditation enthusiast, Kanina tertarik untuk mengeksplor lebih jauh tentang kristal karena baginya kristal dapat jadi hobi baru yang bisa jadi distraksi disela-sela sibuknya hari. Selain itu, kristal juga punya manfaat yang dipercaya bisa membantu menjaga kesehatan mental sebab dipercaya memiliki energi yang baik untuk jiwa kita. Terlebih lagi, kristal juga sering digunakan untuk mempercantik sudut-sudut ruangan karena bentuknya yang estetik dan membuat tampilan rumah terlihat lebih nyaman. 

Akan tetapi, produk-produk kristal memang tidak mudah untuk dipasarkan. Selayaknya ilmu metafisik yang belum sepenuhnya mendapatkan audiens secara masif, manfaat penggunaan kristal juga belum tersebar luas. Pasar pengguna kristal masih terbilang cukup sempit. “Karena target pasar yang cukup segmented, menurut saya di situlah menariknya. Kami bisa masuk ke komunitas atau audiens yang benar-benar baru. Ibaratnya belajar dari nol”, ungkap Kanina.

Selayaknya ilmu metafisik yang belum sepenuhnya mendapatkan audiens secara masif, manfaat penggunaan kristal juga belum tersebar luas. Pasar pengguna kristal masih terbilang cukup sempit.

Pasar yang masih cukup segmented kerap kali diakibatkan oleh sejumlah miskonsepsi dari kristal itu sendiri. Gambaran negatif tentang para pecinta kristal jadi alasan utama. “Crystal lovers are ‘woo woo’”, “Ngapain sih percaya sama batu, itu cuma sugesti”. Itulah yang sering didengar oleh Kanina sebagai praktisi kristal. Kanina meneruskan, “Menurut saya, semua hal datangnya dari pikiran. Tidak hanya kristal yang memberikan sugesti. Saya terkadang merasa lucu jika ada yang bilang percaya kristal adalah musyrik karena kristal juga asalnya dari bumi dan yang menciptakan bumi juga Tuhan, kan?” Walaupun berkomentar demikian, Kanina memahami bahwa mereka yang memiliki persepsi negatif tentang kristal artinya bukan pasar Crystalogy. Maka, tidak perlu dipaksakan atau menjadikan mereka target pasar. 

Photo courtesy of Crystalogy.

Strategi branding dan pemasaran Crystalogy pun terbilang cukup unik. Pintu utama Crystalogy adalah memperlihatkan segi estetik dari warna-warna, bentuk, serta foto-foto produknya di media sosial. Kanina menyatakan, “Crystalogy tidak selalu tentang bisnis tapi bisa juga untuk menyediakan platform di mana audiens bisa ‘melarikan diri’ untuk menikmati foto-foto yang tidak biasa dilihat tapi dapat memperlihatkan kesan nyaman dan menenangkan.” Dengan konsep seperti ini, Kanina berusaha untuk mengamati tren yang sedang marak di masyarakat. Jika di masyarakat sedang ada tren seputar tanaman, dekorasi rumah, desain, atau tren warna tertentu, Crystalogy akan mencoba mencocokan tema-tema tersebut dengan tampilan kristal yang dipublikasi di Instagram.

Strategi branding dan pemasaran Crystalogy pun terbilang cukup unik. Pintu utama Crystalogy adalah memperlihatkan segi estetik dari warna-warna, bentuk, serta foto-foto produknya di media sosial.

Sementara itu bicara tentang kurasi produk, Kanina mengakui bahwa kristal yang didapatkannya berasal dari berbagai negara di dunia. Mulai dari Brazil, Uruguay, Cina, Peru, Madagaskar, hingga India. “Kami selalu memilih dan memilah kristal secara seksama, memperhatikan bentuk atau warna apa yang menarik dan tentunya energi dalam kristal itu sendiri. Kami tidak pernah mau menjual secara asal. Jika ternyata saat sudah pesan dari luar negeri tapi energinya tidak pas dengan nilai Crystalogy, saya tidak akan pasarkan. Kehadiran kami adalah sebagai crystal connector sehingga salah satu tugas kami adalah untuk menyebarkan energi positif dari produk-produk yang dipasarkan”, Kanina menegaskan.

“Crystalogy tidak selalu tentang bisnis tapi bisa juga untuk menyediakan platform di mana audiens bisa ‘melarikan diri’ untuk menikmati foto-foto yang tidak biasa dilihat tapi dapat memperlihatkan kesan nyaman dan menenangkan.”

Photo courtesy of Crystalogy.

Sejauh ini, produk kristal yang menjadi paling favorit adalah bentuk kristal yang belum diasah atau masih berbentuk bongkahan. Belakangan, kristal yang dipahat menjadi bentuk yang lebih familiar atau popular juga digemari. Ternyata bentuk hati, bangunan, bulan, atau bahkan binatang dan karakter sering jadi pilihan pasar. Selebihnya, produk-produk kristal kerap dipakai sebagai aksesoris seperti gelang atau kalung. Tidak jarang juga produk-produk kristal Crystalogy dimasukan ke dalam essential oil atau dicampurkan ke dalam botol air untuk diminum. Pada dasarnya, kristal dapat dimanfaatkan dalam berbagai bentuk. Tergantung preferensi masing-masing individu dalam menggunakannya.

“Kami tidak pernah mau menjual secara asal. Kehadiran kami adalah sebagai crystal connector sehingga salah satu tugas kami adalah untuk menyebarkan energi positif dari produk-produk yang dipasarkan”

Previous
Previous

Waking Up for the First Time: Sebuah Kumpulan Fiksi tentang Kehidupan Manusia

Next
Next

Vending Machine: Alternatif Baru Toko Offline