Basajan: Ketika Musik Jadi Pengingat Budaya

Bagi Basajan, musik kontemporer yang dipadukan dengan unsur budaya Sunda bukan hanya sekadar kumpulan irama yang enak didengar saja, tapi juga bentuk eksplorasi musikal, pengingat, dan nostalgia terhadap tempat di mana mereka berasal dan dibesarkan.

Beranggotakan empat pemuda asal Jawa Barat, yakni Adhitama (gitar), Made (bass), Raihan (gitar, synth), dan Dandy (drum), Basajan hadir dengan membawa semangat eksplorasi musikal lewat konsep Priangan Psychedelic Groove yang berakar dari wilayah Kabupaten Bandung. Uniknya, unsur kebudayaan Sunda justru tidak hanya ‘ditempel’ dalam karya-karya musiknya saja, tapi juga melekat ke dalam identitas grup mereka.

Berawal dari kegiatan nongkrong bareng dan membuat musik instrumental, para pemuda ini mulai menyadari bahwa mereka tidak hanya berbagi kecintaan mendalam terhadap musik, tetapi juga terhubung oleh akar budaya yang sama. Kesadaran inilah yang pada akhirnya mendorong lahirnya Basajan dan membawa unsur-unsur Sunda ke atas panggung.

“Sebenarnya, awalnya kita malah cuma bikin instrumental aja. Tapi ternyata Made muncul dengan lick dan riff Sunda ini. Akhirnya, karena kita orang Sunda juga, jadi kita nggak akan jauh buat nguliknya, daripada kita representasiin budaya orang yang kita nggak tahu gimana dalam-dalamnya,” ungkap Raihan.

Namun, bukan berarti Basajan adalah band etnik. Bagi mereka, Basajan merupakan ruang yang mewadahi ketertarikan mereka di musik tanpa menghilangkan kecintaan mereka terhadap notasi-notasi Sunda yang ada. 

Cerita Proses Kreatif Musik Basajan di Balik Layar

Ketika mendengarkan musik Basajan, kamu tidak akan mendengarkan jenis musik yang tradisional banget, tapi banyak unsur musik kontemporer yang catchy untuk didengar dan ini adalah wujud kerjasama yang baik antar anggota.

Dalam proses kreatifnya, Made seringkali membawa lick Sunda, lalu dikembangkan bersama Raihan dan Adhitama ke dalam struktur lagu yang modern tanpa menghilangkan identitas lokal mereka.

“Karena kan maksudnya yang namanya lagu, kalau misalkan terlalu tradisional pun akhirnya takutnya jadinya nggak disukai juga sama anak-anak generasi sekarang,” jelas Adhitama.

Talaah”, lagu terbaru mereka, menjadi salah satu contoh konkret yang paling menggambarkan bagaimana ekspresi budaya dan nostalgia bisa lahir dari ruang musik yang sangat personal. 

Lagu “Talaah” ini sebenarnya menggabungkan patahan ritmis dangdut ala Rhoma Irama dan Soneta yang disukai Made, lick Sunda yang dibuat Adhitama, hingga sentuhan nuansa lo-fi yang terinspirasi dari soundtrack Bully — sebuah game Playstation 2 yang ikonik pada masanya.  

Selain itu, ada juga pepatah Sunda yang hadir di tengah lagu juga memberi nuansa reflektif yang semakin menyempurnakan lagu ini: “Tong ngalalaworakeun kanu jadi kolot, sabab indung tunggul rahayu bapa tangkal darajat” — sebuah nasihat untuk tidak bersikap sembarangan sama orangtua.

Oleh karena itu, sebenarnya dalam proses kreatifnya unsur budaya Sunda diterjemahkan dalam banyak hal di karya-karya musik Basajan, baik dari penggunaan Bahasa Sunda untuk judul lagu, lick-lick yang hadir dengan sentuhan Sunda, eksplorasi musikal seperti humming atau hadirnya pepatah Sunda dalam lagu, hingga ikat kepala khas Sunda yang biasanya para anggota pakai untuk tampil di panggung.

Budaya Sunda dan Musik Instrumental: Kombinasi Peluang dan Tantangan Bagi Basajan

Menurut Basajan, di tengah arus musik digital yang mungkin saat ini lebih banyak berkiblat ke arah barat atau maraknya Korean Wave, musik yang mereka bawakan justru menjadi unique selling point tersendiri yaitu musik instrumental psychedelic dengan cita rasa lokal.

Terlebih melihat tren musik mulai dari 2010 hingga saat ini, banyak lahir musik instrumental dengan gaya modern. Hal ini muncul karena adanya indikasi kebosanan di tengah era musik yang ‘konsep dan narasinya gitu-gitu saja’, sehingga banyak penikmat musik kontemporer yang mulai mencari sesuatu yang baru.

“Nah, makanya kita coba mengikuti arus musik dunia saat ini, tapi dengan tidak meninggalkan esensi dari kearifan lokal yang kita punya,” jelas Adhitama.

Selain itu, Made menambahkan bahwa salah satu tantangan dalam mengeksplorasi budaya Sunda justru terletak pada kekayaan dan keragamannya sendiri. Dengan wilayah Jawa Barat yang begitu luas, setiap daerah memiliki karakter sound yang berbeda tergantung pada kondisi geografis lingkungannya. Hal ini membuat proses eksplorasi musikal Basajan dapat menjadi luas sekaligus menantang.

Basajan berharap bahwa karya mereka akan tetap ada di radar musik Indonesia sebagai nuansa yang berbeda — memperkenalkan budaya Sunda tanpa terdengar out of date. Bahkan, dalam album perdana yang akan dirilis Agustus 2025 mendatang, mereka juga mencoba menjangkau sentuhan Sunda dalam genre musik yang lebih luas, mulai dari nuansa reggae, rock, hingga doom metal.

Previous
Previous

Tren Olahraga Hybrid: Ketika Dua Cabang Digabung Jadi Permainan Baru

Next
Next

Dari Warisan Sejarah Diplomasi Jadi Tempat Perayaan Kontemporer, Perkenalkan Ini Cikini 82!