Dari Warisan Sejarah Diplomasi Jadi Tempat Perayaan Kontemporer, Perkenalkan Ini Cikini 82!

Siapa sangka, bangunan megah bergaya klasik yang berdiri elegan di Jalan Cikini IV ini sangat lekat dengan sejarah diplomasi Indonesia pasca-kemerdekaan. Dulunya bangunan tersebut merupakan kediaman pribadi seorang pahlawan nasional sekaligus Menteri Luar Negeri pertama Republik Indonesia, Achmad Soebardjo. Kini, bangunan bersejarah itu bertransformasi menjadi ruang acara kontemporer yang dikenal dengan nama Cikini 82.

Pembukaan resmi Cikini 82 ditandai lewat terselenggaranya acara Pusparagam pada 27–29 Juni 2025 lalu. Melalui tiga program kreatifnya, yakni pameran seni Sanjivana, experiential dining, hingga sesi jejaring dalam program Soirée, acara ini menjadi penanda peralihan fungsi Cikini 82: dari rumah pribadi bersejarah menjadi ruang publik kreatif yang dapat menyambut berbagai perayaan dan gagasan kontemporer. 

Oleh karena itu, di balik proses restorasi yang dilakukan oleh pemilik baru Cikini 82, Lukas Budiono, ada visi besar untuk menciptakan ruang budaya yang lebih terbuka dan hidup.

"Cikini 82 bukan hanya tentang masa lalu — tetapi juga tentang masa depan ruang budaya yang terbuka, egaliter, dan penuh kemungkinan," ungkap Lukas.

Mengenal Jejak Sejarah Diplomasi dalam Bangunan Cikini 82

Jika diperhatikan, arsitektur bangunan Cikini 82 sangat otentik dengan rancangan rumah zaman dahulu. Sebenarnya, bangunan ini sudah ada sejak era kolonial Belanda pada 1860. Kemudian pada 1942, Cikini 82 resmi menjadi hunian pribadi keluarga Achmad Soebardjo.

Dikenal sebagai seorang diplomat ulung, kediaman pribadi Soebardjo nyatanya juga sempat menjadi kantor sementara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia selama periode Agustus-Oktober 1945. Karena pada saat itu, belum ada kantor resmi yang bisa disediakan pemerintah. 

Bahkan, beberapa tokoh nasional lainnya terdokumentasi juga pernah mampir berkunjung ke rumah ini, seperti Presiden Soekarno yang terekam memimpin rapat kabinet presidensial hingga Tan Malaka, seorang pejuang revolusioner, yang mencetuskan konsep Republik Indonesia juga pernah singgah di rumah ini.

Sempat Terbengkalai Hingga Akhirnya Direstorasi Jadi Cagar Budaya dan Ruang Acara Jakarta

Meskipun bangunan ini mempunyai akar sejarah diplomasi yang kuat, ternyata Cikini 82 sempat tidak diklasifikasikan sebagai warisan sejarah sehingga bangunan ini legal untuk dihancurkan. Melihat hal ini, Lukas Budiono pun akhirnya membeli bangunan ini dari ahli waris keluarga Achmad Soebardjo untuk kemudian direstorasi tanpa menghilangkan esensi rancangan aslinya.

Bangunan ini pun akhirnya resmi diakui menjadi cagar budaya dan bagian sejarah Indonesia pada Agustus 2024 setelah diresmikan oleh Menteri Luar Negeri ke-17 Indonesia, Retno Marsudi.

Oleh karena itu, acara Pusparagam kemarin menandai rampungnya proses restorasi Cikini 82 yang kini hadir bukan hanya sebagai bangunan cantuk bersejarah, tetapi juga menjadi ruang hidup bagi komunitas, seni, perayaan,  dan gagasan kontemporer. 

Selain itu, di tengah era digitalisasi yang menyebabkan zaman bergerak begitu cepat, tempat seperti Cikini 82 ini dapat menjadi sebuah pengingat bahwa bangunan yang diwariskan dari masa lalu tak selalu identik dengan kata kuno dan membosankan semata, tapi bisa jadi fondasi terbaik untuk merancang perayaan modern yang kreatif.

Bagi Friends of Geometry yang tertarik untuk berkunjung atau merayakan acara di Cikini 82, kamu dapat langsung mengunjungi laman instagram @Cikini_82 ya!

Previous
Previous

Basajan: Ketika Musik Jadi Pengingat Budaya

Next
Next

Royalti Musik untuk Bisnis: Apa yang Harus Diketahui Pemilik Usaha agar Tak Terjerat Hukum