Sepotong Cerita Dalam Jam Tangan

 
1 copy.png
 

Ilham Pinastiko mulai mendesain jam tangan dari material kayu yang fenomenal sejak tahun 2010. Sempat vakum beberapa saat, kini ia kembali menghadirkan desain baru jam tangan kayu lewat brand Pala Nusantara yang lebih apik dan penuh cerita. Berawal dari riset untuk tesisnya di tahun 2010 hingga 2011, Ilham mempelajari potensi material kayu sebagai bahan untuk pembuatan jam tangan. Pada masa itu ia berkeliling Jawa untuk mencari berbagai pengrajin lokal yang dapat membantu mewujudkan idenya. Hingga akhirnya ia menemukan pengrajin kayu di Yogyakarta yang ternyata merupakan produsen bagi brand jam tangan kayu pertama di dunia yang berasal dari Amerika Serikat.

Pala+Nusantara-20170829-DSC_0422.jpg

“Yang saya lihat dari mereka, kesemua pengerjaannya masih dilakukan secara manual dengan tangan. Saya rasa kalau dibantu dengan mesin CNC, hasilnya pasti akan lebih presisi.” Jelas Ilham. Mesin CNC yang dimaksud adalah sistem mesin perkakas otomatis yang diperintah lewat program komputer. Ia telah akrab dengan mesin-mesin tersebut sejak di bangku kuliah dan telah banyak bereksperimen dengannya menggunakan berbagai material – termasuk kayu.

Mulai dari sana lah akhirnya ia bersama beberapa temannya membangun sebuah brand jam tangan kayu pertama di Indonesia. Produk jam tangan yang ia jual di Brightspot Market – salah satu bazaar produk kreatif terbesar di Indonesia – kemudian menjadi sebuah fenomena tersendiri. “Akhirnya setelah booming dari Brightspot Market, mulai muncul beberapa produk jam tangan kayu lainnya.” Kenang Ilham sambil menyebutkan beberapa brand yang mengikuti jejaknya.

Sayangnya, karena satu dan lain hal, brand yang ia rintis tersebut harus ia tinggalkan pada tahun 2015. Ilham pun kemudian memilih untuk mengisi waktunya dengan menjelajah Indonesia. Dalam perjalanannya ia kembali terinspirasi untuk sekali lagi membangun brand jam tangan kayu. Menurutnya, pasar untuk jam tangan kayu di Indonesia sudah semakin matang seiring dengan proses edukasi dan pengenalan yang dilakukan oleh brand-nya terdahulu dan pemain-pemain lain.

3.jpg

“Namun, bila dibandingkan dengan jam tangan produksi Jepang atau Swiss, Indonesia masih sangat jauh tertinggal. Namun apa yang bisa kita manfaatkan untuk ‘menghajar’ mereka adalah konsep.” Ungkap Ilham. Dalam tesis yang ia susun dahulu, ia menyebutkan jam tangan yang dibuat di Indonesia sebagai ‘jam tangan eksotis’ yakni jam tangan yang mengedepankan craftsmanship atau keterampilan tangan – bukan mengandalkan teknologi termutakhir. Atas dasar itu lah, Pala Nusantara ia ciptakan dengan masih mengutamakan sisi keterampilan tangan.

Meski pun kompetisi jam tangan kayu di Indonesia telah semakin sengit, Ilham memastikan hanya Pala Nusantara dan dua pemain lain yang keseluruhan proses produksinya dilakukan sendiri di dalam negeri. Sementara brand yang lainnya kebanyakan diproduksi di luar negeri seperti China dan Hong Kong. “Jujur, sulit sekali bersaing dengan produk jam tangan kayu yang diimpor dari luar negeri tersebut karena harganya bisa sangat murah. Namun apa yang membedakan Pala Nusantara dengan mereka adalah konsep cerita atau storytelling yang saya tanamkan dalam desainnya.”

4.jpg

Ilham pun menunjukkan beberapa jenis produk jam tangan kayu buatannya yang masing-masing memiliki cerita tersendiri. Produk jam tangan Merah merepresentasikan Toraja, Biru merupakan representasi Baduy, dan Cokelat mewakili karakter Jawa. “Karena Pala Nusantara ini menjadi medium baru untuk bercerita mengenai Nusantara, saya ingin brand ini bisa menjadi jam tangan nasional.” Ujar Ilham menyampaikan visinya.

Yang menarik, produk jam tangan kayu Hitam buatannya yang terinspirasi dari Ayam Cemani baru saja memenangkan penghargaan Indonesia Good Design 2017 dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Menurutnya, dengan memiliki cerita di balik desain, sebuah produk bukan hanya sekadar objek namun dapat berkembang sebagai karya seni. Prinsip tersebut lah yang selalu ia pegang teguh dan menjadi panduannya dalam mengembangkan produk-produk Pala Nusantara ke depan.

Previous
Previous

Lima Penulis Emerging Lolos Seleksi Ubud Writers & Readers Festival 2019

Next
Next

Paulina Katarina: Eksplorasi Gaya Pulau Dewata