Pahami Bagaimana Free Pitching Dapat Merusak Industri

Bergelut di industri kreatif, kamu pasti familiar dengan kata “pitching”—proses menjual pengalaman, kualitas, dan ide pada klien yang sedang dalam tahap pencarian rekan penyedia jasa (dalam hal ini adalah desainer, agensi, atau studio desain) terbaik sesuai dengan visi-misi proyek yang berlangsung. 

Proses panjang dalam mempersiapkan pitching tentu memerlukan sumberdaya, secara material maupun kreativitas. Sayangnya, tahapan ini tak jarang dilakukan secara cuma-cuma dan dikenal dengan istilah “free pitching”. 

Karena umumnya praktik free pitching, Porto Rocha, sebuah agency berbasis di New York menghadirkan campaign NO FREE PITCHING” yang mengharapkan para pekerja kreatif untuk lebih aware terkait praktik ini, sehingga dapat mengubah industri kreatif menjadi lebih baik.

Geometry berkesempatan untuk membahas tentang praktik free pitching bersama Ketua Umum Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI), Ritchie Ned Hansel.

Kenapa proses pitching harus dibayar?

Ritchie menerangkan, pada dasarnya ketika kamu bekerja maka kamu harus dapat imbalan dari hasil kerjamu. 

“Yang mesti kita ingat, ketika kita bekerja kita seharusnya mendapatkan imbalan, itu yang harus dipegang teguh dulu, nih. Ketika kita kerja, pasti ada resources yang terpakai dan ada modal yang harus dikeluarkan,” tutur Ritchie.

Pitching termasuk dalam proses kerja, lantaran dalam prosesnya pitching kerap menghabiskan waktu dan tenaga, bahkan tak jarang kamu harus merogoh kocek pribadi. Apa yang telah kamu keluarkan akan menjadi nilai yang bisa diperhitungkan. Hal ini harus menjadi perhatian lebih oleh para penyedia jasa. Ketika pencari jasa atau klien tidak membayarmu saat proses pitching, tentunya merugikan kamu sebagai penyedia jasa. 

Opsi selain pitching untuk membangun portofolio 📝

Pitching juga kerap digunakan oleh agensi, studio desain, dan desainer sebagai alasan untuk menambah isi portofolio. Mengacu pada iCoD atau International Council of Design, Ritchie mengungkapkan bahwa ada banyak cara yang lebih etis dibandingkan terus menerus melakukan pitching untuk mengisi portofolio, di antaranya:

  1. Pro Bono

  2. Volunteer

  3. Kompetisi Desain

Ketiga cara ini tidak hanya untuk menambah isi portofolio, namun juga bisa menambah nilai mu sebagai seorang desainer. Dari pekerjaan pro bono dan volunteer, bisa terlihat minat dan value-mu pada isu-isu tertentu.

Cara menghindari terjadinya spec works

Pertama, kamu perlu memahami bahwa pelaksanaan sayembara atau kompetisi dalam mencari kandidat penyedia jasa terbaik telah dilindungi oleh undang-undang. 

Ritchie menguraikan bahwa Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebuah lembaga yang setara dengan kementerian ini sudah memiliki peraturan guna menghindari terjadinya spec works, yaitu Undang-Undang LKPP No. 2/2021.

Dalam UU LKPP No. 2/2021 Pasal 11 Ayat 3 dan 4, berisi:
(3) Panitia dapat memberikan kompensasi atas keikutsertaan Sayembara/Kontes. (4) Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam Dokumen Sayembara/Kontes.

Yang artinya, setiap pelaksanaan sayembara atau kontes yang dilakukan untuk mencari penyedia jasa dianjurkan dapat menyediakan anggaran untuk memberikan kompensasi atau bayaran bagi para peserta hingga pemenangnya. 

“Kalau misalnya (pencari jasa) nggak mau bayar pitching, berarti sampai review portofolio aja sama interview. Jadi jangan sampai ada mengerjakan pekerjaan kreatif. Pekerjaan kreatif kan bikin ide, bikin konsep, bikin mockup, jangan sampai ada ke sana. Kadang kan si penyedia jasanya terlalu baik, ya. Harus mulai aware juga, yang baik belum tentu baik,” terang Ritchie.

Kedua, memiliki mental tidak takut kehilangan klien. Kita kerap menyalahkan klien lantaran tidak memberikan bayaran setelah proses kerja berlangsung—walau mungkin belum deal, padahal kalau ditarik kembali ternyata kitalah yang tidak bertanya atau memperjelas situasi sejak awal.

Ritchie menegaskan, sering kali para penyedia jasa takut kehilangan klien jika bertanya terkait ada atau tidaknya budget untuk sesi pitching. Sebagai desainer, agensi, dan studio desain, memang harus memiliki mental berani kehilangan klien dan yakin bahwa akan ada proyek lain yang akan datang—dibandingkan menghabiskan seluruh tenaga untuk pitching secara gratis sehingga merugikan secara bisnis.

Hal yang diperlukan agar praktik paid pitching bisa berlaku di industri kreatif kita?

Untuk memulai praktik yang lebih sehat dalam industri kreatif, para penyedia jasa harus lebih aktif dalam melakukan perubahan kebiasaan. Salah satunya termasuk perihal kerjasama. Ritchie mengungkapkan, bahwa penyedia jasa lah yang memiliki otoritas untuk menerima dan menolak praktik free pitching itu sendiri.

“Jangan selalu menyalahkan free pitching ini adanya di klien, itu sebenarnya ada di kita–kita mau ambil atau enggak. Hati-hati mencari klien. Hati-hati banget karena bukan kliennya yang salah ya, tapi kita yang salah milih klien.  Emang banyak banget yang orang akan melakukan hal buruk demi mendapatkan keuntungannya masing-masing kita harus aware sama hal itu,” ucap Ritchie.

Berikutnya, menyadari dan memahami klasifikasi unpaid work. Ketika memahami jenis-jenisnya, kamu sebagai penyedia jasa bisa lebih paham bagaimana memosisikan diri.

“Ngajak bareng-bareng teman-teman desain buat aware; terutama mungkin klasifikasi unpaid work itu ada apa aja, pro bono, volunteer work, spec work, kontest, sayembara, ya desain kontes, aware jadi kita bisa memosisikan diri sebaik mungkin dan kita harus apa,” tutup Ritchie.

Previous
Previous

Sensasi Kuliner Vietnam Autentik: Pho Thin Buka Cabang Baru di Jakarta!

Next
Next

Italian Film Festival 2024: Tayangkan 5 Film Italia Terbaik dari Venice International Film Festival