Merchandise di Industri Musik: Pilihan Strategi Branding dan Sumber Pendapatan Baru Bagi Musisi

Dalam beberapa tahun terakhir, industri musik Tanah Air terus mengalami perkembangan dari segi kreativitas maupun bisnis. Salah satu aspek bisnis yang juga ikut “menyelamatkan” musisi kala pandemi kemarin adalah merchandise

Merchandise sendiri dapat diartikan sebagai segala jenis barang, termasuk personal dan komersial, yang dijual ke khalayak umum. Merchandise dalam industri musik sendiri sebenarnya bukan hal yang baru. Budaya merchandise musik diperkirakan hadir dari budaya musik hip-hop sekitar tahun 1970-an. Salah satu item yang populer adalah t-shirt band. Fenomena ini kemudian berkembang ke dalam berbagai kategori produk, mulai dari pakaian hingga pernak-pernik kebutuhan sehari-hari.

Geometry berkesempatan untuk berbincang bersama Sun Dong Yang dan SOULFOOD untuk membahas mengenai bagaimana peran merchandise bagi musisi di Indonesia saat ini.

Sun Dong Yang – Sun Eater, Jakarta

.Feast adalah artis pertama Sun Eater yang meluncurkan merchandise di tahun 2018. Setelahnya, Sun Eater mulai memproduksi merchandise untuk beberapa musisi seperti Hindia, Mantra Vutura, Agatha Pricilla, Rehan Noer, dan beberapa nama lainnya. Melihat antusiasme publik yang cukup tinggi, Sun Eater akhirnya membentuk sebuah divisi yang khusus untuk mengelola merchandise bernama Sun Dong Yang

Ketika memilih item yang akan dirilis, tentu perlu diskusi dengan setiap musisi yang terlibat. Mengingat setiap band dan individu memiliki warna dan gaya visual yang berbeda. 

“Sebelum memulai produksi tentu kita harus rembukkan dulu dengan artisnya, konsep atau key visual mereka gimana. Baru setelah itu kita akan buat mood board tentang desain yang akan dibuat. Kalau secara keseluruhan, mungkin proses produksi satu artikel merchandise memerlukan waktu sekitar 1,5 bulan,” ungkap Rezky Prathama, Consumer Product Manager, Sun Eater.

Menurut Rezky, tingkat penjualan merchandise musisi saat ini masih tergantung dengan festival musik. Bisa dikatakan, banyaknya event musik juga membantu penjualan merchandise bagi para musisi. Dua hal yang memengaruhi pembelian merchandise musisi saat ini di Indonesia adalah festival dan rilisan karya musik terbaru dari musisi terkait.

Kini, setelah pandemi mereda, festival musik pun sudah mulai meramaikan agenda akhir pekan di berbagai kota besar. Faktanya, saat ini masih banyak penggemar yang lebih memilih untuk membeli merchandise di event-event musik offline, sehingga penjualan juga ikut naik. 

Tantangan juga masih dirasakan dalam proses produksi. Peningkatan produksi merchandise musisi juga turut dirasakan oleh berbagai vendor sehingga waktu yang diperlukan untuk merampungkan proses produksi menjadi lebih panjang. 

SOULFOOD, Bali

Merchandise justru menjadi salah satu strategi marketing bagi SOULFOOD, sebuah band afro RnB asal Bali. Bermodalkan biaya produksi yang lumayan minim, sticker menjadi pilihan item pertama yang dirilis. Setelahnya, di tahun 2019 SOULFOOD merilis merchandise berupa t-shirt serta sticker pack berdasarkan artwork dari single “Mi Say” yang baru mereka rilis kala itu.

“Jadi sebetulnya kita mulai branding dengan sticker. Karena kebetulan waktu itu budget kita sisa sedikit dari hasil rekaman, lalu kita alokasikan untuk produksi merchandise. Tujuannya memang branding, kebetulan circle kita suka konser musik jadi kita minta support juga dari mereka untuk promosi SOULFOOD lewat merchandise,” jelas Anggi Artyana, perwakilan tim merchandising SOULFOOD.

Menurut Anggi atau yang akrab disapa Maonk ini, merchandise jelas memiliki andil yang cukup penting bagi SOULFOOD terutama pada saat pandemi. Rilisan edisi pertama dari merchandise SOULFOOD sukses terjual sebanyak 100 pcs. 

Selain t-shirt dan sticker pack, SOULFOOD juga kemudian merilis sebuah box set merchandise yang berisikan CD, tote bag, tumbler, dan t-shirt. Pemilihan produksi tumbler dan tote bag  juga masih berhubungan dengan tempat band ini berasal. Bali belakangan ini memang sangat mendukung kampanye pengurangan plastik sekali pakai, sehingga merchandise tote bag dan tumbler dipilih agar bisa tetap bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. 

Kampanye untuk mendukung produk-produk dalam negeri juga ternyata dirasakan dalam hal pembelian merchandise dari musisi lokal. Meski terkadang tidak terlalu mengikuti musik dari band atau penyanyi terkait, seseorang bisa saja membeli merchandise musik karena desain yang memang menarik. Baru setelahnya mulai mencoba mengeksplorasi musik dan lagu-lagu dari band tersebut.

“Beberapa tahun mungkin banyak yang mulai pakai kaos band karena memang desainnya menarik. Meski kadang mendapat sindiran dari beberapa pihak, ini sebenarnya bisa membantu band-band lokal. Terkadang bisa saja seseorang bisa tertarik dengan musik kita dari merchandise yang kita buat terlebih dahulu,” tambah Anggi.

Sebagai bagian dari industri kreatif, dalam memproduksi merchandise juga harus berupaya untuk bisa menghadirkan konten yang baik karena ini poin utama dalam menarik perhatian audiens yang lebih luas.

Tidak hanya sebagai barang koleksi, merchandise dalam industri musik sebenarnya juga bisa menjadi medium perluasan audiens jika dirancang dan dipasarkan dengan tepat sasaran. Festival musik serta rilisan karya dari musisi menjadi hal yang dapat membantu meningkatkan penjualan merchandise

Kalau kamu, musisi mana yang pernah kamu beli merchandisenya? Jangan ragu untuk bagikan di kolom komentar, ya!

Previous
Previous

Semarak Keceriaan di The Other Festival

Next
Next

Manjakan Lidah dan Keterampilan Melalui Ragam Workshop di Medan Dessert Week