Menilik Pribadi Raden Saleh Lewat Perspektif Sejarah
Belakangan ini, nama Raden Saleh kembali hangat diperbincangkan di dunia maya akibat kehadiran salah satu karya lukisan populernya, Boschbrand, dalam video musik Dont Say You Love Me yang dirilis oleh Jin BTS di kanal Youtube HYBE Labels pada Jumat (16/05/2025) silam.
Adapun salah satu adegan dalam video musik tersebut menampilkan Jin BTS bersama rekan wanitanya yang berdiri di sebuah museum seni, National Gallery Singapore, dengan berlatar belakang lukisan legendaris Raden Saleh yang menggambarkan kebakaran hutan. Adegan ini pun juga turut menjadi thumbnail video musiknya Jin BTS di platform Youtube sehingga membuat warganet Indonesia menjadi heboh.
Sebenarnya, kepopuleran nama Raden Saleh di industri hiburan tidak baru sekali ini terjadi. Sebelumnya nama Raden Saleh sempat mencuat pada pertengahan 2022 lantaran hadirnya film karya Angga Dwimas Sasongko yang berjudul Mencuri Raden Saleh. Film layar lebar yang telah meraup 2,3 juta penonton ini menggunakan salah satu karya lukisan Raden Saleh yang juga populer di eropa, yaitu ‘Penangkapan Pangeran Diponegoro’, sebagai salah satu fokus utama cerita.
Dalam film ini, Raden Saleh digambarkan sebagai sosok yang sangat piawai dan nasionalis dalam melukiskan kisah nyata dari peristiwa penangkapan pangeran Diponegoro yang dilakukan oleh Belanda pada 1830.
Meski Raden Saleh termasuk salah satu pelukis yang membanggakan Indonesia di kancah seni modern global saat ini, namun masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal maestro satu ini. Siapa sebenarnya Raden Saleh dan apakah benar dia memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi?
Mengenal Raden Saleh, Priyayi yang Sukses di Eropa
Raden Saleh Sjarif Boestaman atau yang akrab dipanggil Raden Saleh ini merupakan seorang putra bangsawan yang lahir dari keluarga Jawa ningrat. Darah biru mengalir jelas dalam dirinya, terlihat dari trah Boestaman yang disandang di akhir namanya, yaitu keluarga terpandang di Kesultanan Mataram kala itu.
Sebenarnya ketertarikannya pada hobi menggambar sudah terlihat sejak ia mengenyam pendidikan di Volks School. Namun, bakat melukisnya semakin terlihat jelas oleh seorang pelukis keturunan Belgia, Auguste Joseph Paijen, yang didatangkan pemerintah Belanda ke Indonesia untuk membuat lukisan pemandangan Pulau Jawa.
Paijen adalah sosok yang berjasa besar bagi Raden Saleh untuk mengembangkan bakat melukisnya. Paijen mengajarkan Raden Saleh tentang seni lukis Barat dan bagaimana teknik pembuatannya sebelum akhirnya ia kembali ke eropa pada 1825.
Melansir dari Jurnal Local History & Heritage Vol.3 No.1, Paijen sudah sempat mengenalkan Raden Saleh kepada seorang akuntan Direktorat Jenderal Keuangan di Batavia bernama Jean Baptiste de Linge. Pada 1829, Raden Saleh ternyata mengikuti perjalanan de Linge dan keluarganya ke Belanda yang dibiayai oleh pamannya yang merupakan seorang Bupati Semarang, Adipati Soero, untuk terus mengasah bakat melukisnya.
Dalam kurun waktu lima tahun pertama ia hidup di negeri kincir angin tersebut, Raden Saleh memoles bakat melukisnya dari pelukis-pelukis besar. Misalnya saja, ia belajar melukis potret dari Cornelis Kruseman (pelukis istana Belanda) dan tema pemandangan dari Andreas Schelfhout.
Selama sekitar 23 tahun berada di Eropa, Raden Saleh berhasil meniti kariernya di bidang seni lukis dengan gemilang. Pada 1844, Raden Saleh pernah dianugerahi gelar kebangsawanan Kstaria Orde Tahta Pohon Oak oleh Raja Willem II dari Belanda. Selain itu, ketika Raja Willem III dinobatkan sebagai pemimpin baru negeri Belanda pada 1849, Raden Saleh juga dinobatkan sebagai court painter atau “Pelukis Sang Raja”.
Raden Saleh: Jiwa Nasionalismenya yang Diperdebatkan Melalui Lukisan
Raden Saleh merupakan seorang pelukis bergaya romantisme, sebuah aliran seni yang sangat mengutamakan emosi dalam menggambarkan realita kehidupan dalam suatu karya. Adapun tokoh romantisme yang paling banyak memengaruhi karya-karya Raden Saleh adalah Gerricault dan Delacroix.
Salah satu lukisan populer Raden Saleh yang jelas menampilkan sisi romantismenya adalah lukisan berjudul ‘Penangkapan Pangeran Diponegoro’. Sejatinya, lukisan ini merupakan versi lain dari lukisan Nicolaas Pineman yang berjudul ‘Penyerahan Pangeran Diponegoro’. Lukisan awal Pineman ini menampilkan pangeran Diponegoro yang seolah-olah pasrah menerima kekalahan atas perang menghadapi Belanda.
Namun, versi lukisan Raden Saleh menampilkan sosok pangeran Diponegoro yang jauh berbeda. Dalam hal ini, Pangeran Diponegoro digambarkan berwibawa dan sangat murka sehingga tidak terkesan tunduk dan pasrah seperti yang digambarkan Pineman. Selain itu, nama lukisan ini pun disebut sebagai ‘Penangkapan’ dan bukan ‘Penyerahan’ yang menyiratkan perlawanan dan pengkhianatan.
Melansir dari Jurnal Seni Rupa & Desain Volume 22 Nomor 1, banyak peneliti yang melihat lukisan ini sebagai sikap perlawanan Raden Saleh yang dilakukan melalui karyanya. Selain itu, lukisan ini juga dibuat lantaran Raden Saleh mendengar berita kematian sang pangeran dua tahun sebelum karya ini selesai, sehingga lahirnya lukisan ini dikaitkan juga sebagai bentuk simpati Raden Saleh sebagai sesama orang Jawa.
Meski demikian, narasi karakter Raden Saleh yang tampak sangat nasionalis melalui mahakarya lukisan ‘Penangkapan Pangeran Diponegoro’ ini juga menuai berbagai macam kritik sebagaimana yang dipublikasikan dalam Jurnal Local History & Heritage Vol.3 No.1.
Dalam salah satu artikel berjudul “Perjalanan Seni dan Budaya: Jejak Karya-Karya Raden Saleh dalam Perspektif Historis” yang ditulis oleh Yandi Syaputra Hasibuan disebutkan bahwa pada akhirnya lukisan ini dihadiahkan kepada raja Belanda. Tindakan ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pelukis yang merupakan bawahan raja sebagai bentuk terima kasih atas patron bangsawan yang disandangnya.
“Jadi, lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh itu sudah jelas bukan menjadi sebuah ajang pentas untuk menampilkan perlawanan, tetapi sebuah ajang pertunjukan penghambaan kepada penguasa penjajah bangsa Indonesia,” tulis Yandi dalam artikelnya tersebut.
Karya Raden Saleh di Mata Generasi Muda dan Masyarakat Global Saat Ini
Terlepas dari kontroversi jiwa nasionalismenya, fakta sejarah tak menampikkan bahwa Raden Saleh merupakan salah satu pelukis berdarah Indonesia dari abad ke-18 yang cukup populer di Eropa. Bahkan, karya-karyanya saat ini tergolong langka di pasaran dan sering dihormati sebagai karya utama dalam sebuah penyelenggaraan lelang.
Misalnya saja dalam sebuah acara lelang bertajuk “Global Auction’s 22nd Anniversary Sale: Southeast Asian, Chinese, Modern and Contemporary Art” yang diselenggarakan pada 4-22 Juni 2025 oleh Global Auction ini, karya Raden Saleh yang berjudul Javanese Landscape with Gunung Merapi and Horseman ini menjadi salah satu karya utama yang dilelangkan.
Adapun penempatan karya Raden Saleh sebagai spotlight di antara karya-karya lainnya pada acara lelang kali ini tentunya berlandaskan faktor kelangkaan karya Raden Saleh di pasaran dan sudah dibuktikan juga keaslian karyanya.
Menurut President Director Global Auction, Yohanes Kevin Oenardi Raharjo, karya Raden Saleh menjadi sangat spesial karena ada dua laporan yang menguatkan keaslian karyanya. Adapun laporan pertama datang dari sejarawan seni terkemuka yang sangat fokus ke seni Southeast Asian, Dr. Werner Kraus. Sedangkan, laporan yang kedua merupakan laporan dalam bahasa Prancis yang diterbitkan oleh Art Lab. Laporan ini menyatakan bahwa cat yang digunakan pada lukisan yang menggambarkan suasana damai Gunung berapi dengan sosok penunggang kuda yang melintasi jembatan kayu tersebut sudah konsisten digunakan di periode itu, yakni 1867.
Lebih lanjut, Kevin juga menjelaskan bahwa lukisan Raden Saleh ini ketika dilelangkan peminatnya sangat bagus, tidak hanya pada generasi tua tetapi juga pada generasi muda yang berusia kurang dari tiga puluh tahun.
Tentunya, faktor utama yang membuat generasi muda tertarik dengan karya Raden Saleh ini tidak lepas dari peran industri hiburan yang mengenalkan berbagai karya lukisannya, seperti film ‘Mencuri Raden Saleh’ dan video musik Jin BTS.
Meski didorong oleh industri hiburan, Kevin juga memaknai fenomena kebangkitan minat generasi muda pada karya seni lukis zaman dahulu ini sebagai keinginan serta hobi mereka untuk mau mengetahui dan mengapresiasi sebuah karya baik dari segi penelusuran asal-usul karya, pengkritisan harga karya seni, hingga cara mengevaluasi sebuah karya.
“Memang belakangan tren untuk anak muda itu kan lebih berwarna, colorful, yang pop-art, kartun-kartun gitu kan. Tapi, ternyata juga mereka ini bisa apresiasi karya-karya yang kita bilang ini kan karya realis ya dan mereka lebih apresiasi juga mau mengerti brand-nya,” ungkap Kevin.
Lebih lanjut, tak hanya populer di kalangan masyarakat Indonesia, ternyata karya Raden Saleh memang sudah populer sejak dahulu di kalangan Eropa dan Amerika. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Kevin, bahwa antusias masyarakat luar negeri terhadap karya lukisan Raden Saleh dan pelukis-pelukis Indonesia lainnya sangat bagus.
“Cuma memang karena mungkin mereka dari luar, mereka baru bisa minta foto detailnya saja, nggak bisa datangkan. Nah, kalau antusias yang kita lihat tentunya yang orang bisa datang ini, nama Raden Saleh tetap menjadi highlight-nya,” tutur Kevin.
Adapun dalam acara lelang yang diselenggarakan oleh Global Auction ini memang banyak karya lukisan yang hadir dari nama-nama besar seperti Raden Saleh, Affandi, Lee Man Fong, Srihadi Soedarsono, Hendra Gunawan, S. Sudjodjono, Basoeki Abdullah, Ahmad Sadali, Adrien-Jean Le Mayeur de Merprès, dan Gregorius Sidharta Soegijo. Rencananya lelang ini akan ditutup dengan lelang hybrid secara langsung pada 22 Juni 2025 di Park Hyatt Jakarta.
Jika Friends of Geometry penasaran dengan acara dan karya yang ditampilkan pada lelangnya Global Auction ini silahkan kunjungi www.global.auction atau lakukan bid karya pada https://bid.global.auction