Budaya Indonesia Bisa Mendunia Lewat Meme

Beberapa cuitan di media sosial, seperti dari akun Instagram @ms_lifts2, menyebut bahwa belakangan ini produk budaya Indonesia telah menyelamatkan dunia dari krisis meme. Ia pun memberi contoh karakter populer pentungan sahur AI Brainrot Tung Tung Tung Sahur serta tarian “togak luan” aura farming-nya Dhika dalam lomba balap perahu Pacu Jalur

Meme-meme ini sebenarnya tidak berawal dari warganet Indonesia. Disebut Italian Brainrot, tren mahluk hasil kreasi AI berawal dari akun-akun TikTok dari negara tersebut. Meme menangkap momen aura farming-pun pertama dilakukan oleh TikToker asal Hong Kong dan ramai di Amerika Serikat. Namun disaat tren-tren ini mungkin sudah mau mati, mereka seperti hidup kembali dengan sentuhan budaya lokal yang diberikan netizen kita.

Bangsa kita pun disebut mempunyai SDM (Sumber Daya Meme) yang tinggi. Tentunya ini tidak mengejutkan, melihat bagaimana di Indonesia, negara dengan jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia, 73% dari penduduk kita aktif di internet (2021). Kini di tangan para Gen Z kreatif, apakah meme bisa menjadi kunci tak terduga dalam upaya membawa kekayaan budaya kita ke kancah dunia?

Intrik Menarik dan Kebiasaan Budaya Kita Jadi Dilirik Dunia

Siapa sangka bahwa tarian spontan Rayyan Arkan Dhika, anak berumur 11 tahun asal Kuantan Singingi, Riau, akan ditiru selebriti-selebriti mancanegara. Disebut terlihat karismatik dan ber-aura, cuplikan anak kelas 5 SD tersebut melakukan tarian tradisional  “togak luan” di ujung sebuah perahu pacu jalur viral dan berhasil menyita perhatian publik.

Pacu jalur sendiri merupakan warisan tak benda yang telah diakui negara. Selain memeriahkan balapan dengan gerakan dan baju adat warna-warni mereka, anak-anak penari “togak luan” juga menjadi titik keseimbangan perahu yang membantu mengatur tempo sekaligus menyemangati para pendayung. Secara tak terduga, ternyata salah satu dari mereka juga membuat tradisi balap ini mendunia.

Walaupun sudah menjadi bagian dari identitas masyarakat Minangkabau untuk ratusan tahun, sebelum muncul video Dhika, intrik budaya yang menarik ini tidak banyak dikenal di luar Riau. Di sisi lain, ada satu lagi tradisi tanah air yang tiba-tiba viral di seluruh dunia, walaupun untuk masyarakat luas mungkin sudah dianggap biasa saja: pentungan sahur.

Jika pacu jalur merupakan intrik budaya yang unik dan penuh warna, mungkin untuk warga Indonesia pentungan-pentungan terbuat dari kayu tidak menarik. Namun di baliknya ada makna: sesuatu yang identik dengan tradisi ramadhan khas nusantara, dan bersamanya  nilai-nilai gotong royong antar masyarakat untuk membangunkan sahur saat bulan puasa.

Meme Mengasah Kreatifitas Netizen Kita, Memberikan Kesempatan Kerja Sama  Antar Budaya

Kok bisa pacu jalur yang tidak dikenal luas di negara kita dan pentungan sahur yang sudah biasa saja menjadi produk budaya Indonesia yang ramai dibicarakan di seluruh dunia? Ini semua berkat kreatifitas netizen yang sebenarnya hanya ingin mendekatkan meme-meme luar ke masyarakat kita, secara tidak langsung bekerja sama untuk terus menghidupkannya.

Melihat tren-tren yang populer di media sosial, warganet sangat cepat untuk coba melokalkannya. Dengan tren aura farming yang menangkap momen-momen karismatik di tengah keramaian, pembuat konten pun mencoba mencari contohnya di acara-acara sekitar mereka. Saat mahluk-mahluk AI Brainrot sempat booming di tengah bulan puasa, netizen pun mencari benda-benda biasa dalam keseharian mereka untuk dibuat menjadi hal serupa.

Keistimewaan internet dan dunia interconnected ini terlihat di bagaimana sentuhan budaya kita yang awalnya untuk melokalkan tren saja, akhirnya bisa berbalik dan tiba-tiba malah go international juga. Tapi ini tidak tanpa proses kolaborasi lintas budaya yang menghidupi meme culture dunia; sebuah proses kolektif yang natural, bukan lomba atau sayembara. 

Lihat saja bagaimana video aura farming pacu jalur belum mendunia saat awalnya digabungkan dengan lagu jedag jedug (JJ). Mungkin ini pertanda bagaimana (sayangnya) JJ belum menemukan market-nya di luar. 

Sebagai gantinya, warganet memilih lagu Young Black & Rich dari Melly Mike yang mengiringi konten Dhika.  Tak disangka, lagu rap asal Amerika ini justru berhasil mengantar aksi tari tradisional anak dari Kuantan Singingi, Indonesia, hingga dikenal dunia.

Di dunia yang semakin ter-globalisasi ini, terkadang susah mencari takaran yang pas saat menyertakan elemen-elemen modern ataupun pop culture luar untuk membantu mendekatkan produk budaya tradisional kita ke audiens global dan menaikkan-nya di mata dunia. 

Namun, budaya meme justru membawa pendekatan yang lebih menarik, yakni tentang bagaimana membiarkan warganet menjajal berbagai bentuk konten hingga akhirnya tercipta sebuah tren yang organik dengan ‘racikan’ elemen yang tepat.

Memang Meme Bisa Membuahkan Ketertarikan Mendalam Terhadap Budaya Kita?

Seperti yang dikatakan orang tua kita, segala hal yang instan-instan memang menarik, tapi dalam jangka panjang mungkin tidak baik.  Itulah realita ketenaran budaya kita via viralitas juga. Ya, gerakan Dhika ditiru  seluruh dunia, tapi seberapa banyak orang yang sebenarnya akan mendalami signifikansi budayanya? Tanpa ada penjelasan yang jelas, mungkin banyak yang tidak mengetahui Dhika dan tariannya yang berasal dari Indonesia.

Disinilah pentingnya peran pemerintah dan penanggung jawab budaya kita, untuk tidak hanya riding the wave saja, tapi benar-benar mendukung pegiat-pegiat budaya kita di saat dan setelah mereka viral. Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah, ketertarikan masyarakat luar negeri pada budaya Indonesia yang dipopulerkan oleh meme ini mungkin bisa menjadi investasi jangka panjang yang menguntungkan bagi Indonesia.

Walaupun sudah bagus Dhika diberi bantuan beasiswa serta dijadikan duta untuk publicity, bagaimana dengan para penggerak budaya lokal yang terus menghidupi Pacu Jalur? Bukan hanya adek-adek penari “togak luan” lain-nya, tapi juga pembalap, hingga para videographer yang pertama menangkap aksinya dan konten kreator yang mengolahnya juga. Ini merupakan kesempatan emas untuk menggerakan pariwisata Kuantan Singingi dan Riau raya, apakah akan ada perbaikan fasilitas atau infrastruktur untuk mendukungnya?

Berikan Ruang Untuk Anak Bangsa Berkreasi, Tapi Jangan Dibiarkan Bergerak Sendiri

Fenomena aura farming pacu jalur serta Tung Tung Tung Sahur adalah bukti kekayaan budaya yang sudah ada dan kreatifitas generasi baru yang ingin melestarikannya, dengan cara digital khas mereka sendiri. Dari tradisi-tradisi yang bahkan tidak dikenal luas di negara kita, hingga kebiasaan kultural yang khalayak Indonesia anggap biasa saja, tanpa dorongan apa-apa semua bisa mendunia di tangan anak-anak bangsa.

Dunia digital itu dinamis, di satu sisi mendorong ketertarikan untuk budaya kita, serta asa kolaborasi kuat yang dihasilkannya. Kekuatan kolaboratif ini tidak bisa dibentuk secara paksa lewat lomba atau sayembara. Tapi untuk melestarikan pengertian yang mendalam, tren di dunia maya harus berjalan beriringan dengan respons yang kuat di dunia nyata. Belum lagi bahaya-bahaya laten seperti misinformasi, yang harus cepat ditanggapi.

Cukup memperdayai panggung-panggung budaya untuk rakyat saja dapat memberi bahan untuk netizen kita berkreasi sendiri. Namun hanya dengan dukungan yang tepat di saat dan setelah sesuatu viral, baru meme culture kita bisa benar-benar mendorong image bangsa dan kesejahteraan rakyat. Tapi jika hanya dieksploitasi sesaat, tentunya produk budaya apapun itu tidak akan diingat, dan pada akhirnya dianggap sebagai angin lewat.

Menurut Friends of Geometry bagaimana? Apakah meme bisa memajukan produk budaya kita di kancah dunia? Serta apa yang bisa kita lakukan untuk mendukungnya?

Previous
Previous

Lapangan Kerja Semakin Sedikit, Apakah Beralih Jadi Content Creator Jawabannya?

Next
Next

Logo HUT RI: Lebih dari Simbol, Ada Implikasi Ekonomi di Baliknya