Merangkul Kontradiksi dan Bermetode “Kekacauan”, Ardi Gunawan Mempersembahkan Pameran Tunggal Made Me Dirty
Pada tanggal 4 Juli lalu, pemeran tunggal dari seniman Ardi Gunawan resmi dibuka untuk publik di ISA Art Gallery. Pameran yang dikurasi oleh Hendro Wiyanto ini mempersembahkan kumpulan karya satir, kritik politik, ekspresi emosional serta pengamatan sang seniman terhadap pop culture dan media massa.
Seorang seniman transdisipliner yang sudah menghasilkan karya lintas media, dari patung, video, hingga instalasi arsitektural, Ardi memilih cat sebagai medium untuk Made Me Dirty. Metode yang ia gunakan kali ini adalah “kekacauan”; menyerupai metode yang ia gunakan saat memahat, cipratan cat yang liar dan tidak patuh diatas kanvas menjadi pemberontakan sunyi baginya dari keteraturan kehidupan sehari-hari.
Made Me Dirty pun tidak hanya terbaca seperti sebuah proses personal - tapi juga sebuah manifesto perlawan terhadap kehidupan sehari-hari yang penuh tuntutan dan kebosanan.
Made Me Dirty Bentuk Perlawanan Kreatif Terhadap Media Massa dan Pop Culture
Untuk Made Me Dirty, Ardi pun merespons gambar-gambar sehari-hari yang bersumber dari media massa seperti Pinterest, stok foto komersial hingga iklan rumah tangga, serta potret figur-figur pop culture seperti Snow White dan Colonel Sanders.
Menilai gambar-gambar ini absurd, lewat lukisanya ia pun menyoroti kontradiksi yang sebenarnya ada dalam gambar-gambar tersebut. Kontradiksi ini tak kasat mata, seringkali “dibersihkan” dan memang tak ingin ditampilkan di era mass production ini.
Hasilnya adalah karya-karya Ardi yang sengaja dipenuhi dengan kebingungan dan kecanggungan — perasaan-perasaan yang walaupun sering disembunyikan, sebenarnya hadir untuk mewarnai dan memberikan esensi kepada karyanya dan kehidupan kita sehari-hari.
Sebuah Pemberontakan Personal, Terhadap Produktivitas dan Ekspektasi Institutional
Dengan latar belakang pendidikan formalnya dalam desain dan arsitektur, serta kerjanya kini sebagai seorang dosen dan pekerja white collar, Ardi pun merasakan tekanan dari ekspektasi institutional dalam hidupnya.
Selain menjadi sebuah bentuk perlawanan terhadap media dan budaya massa, pameran ini merupakan wujud pemberontakan Ardi terhadap “rasionalitas bersih” yang ia temukan dalam kehidupan pribadinya: yang menuntutnya untuk selalu look smart, produktif, dan tunduk terhadap rutinitas, tanpa adanya ruang untuk bersukacita.
Pameran Made Me Dirty (Membuatku Kotor) mempunyai makna ganda bagi Ardi Gunawan. ‘Kotor’ yang ia maksud bukan hanya hasil cipratan cat dan “kekacauan” kreatif yang terlihat di karya-karyanya, tapi juga mengacu kepada warna-warna hidup yang kini dianggap sebagai “noda” di tengah era modern dan media massa. Hal inilah yang mendorong dirinya, dan kita semua, untuk selalu putih, bersih dan seragam.
Seperti karya Ardi, mungkin kita harus mulai “mengotori” hidup kita.
Informasi lebih lanjut mengenai pameran “Made Me Dirty” bisa didapatkan di @isaart.id dan www.isaartanddesign.com