Festival Jazz, Tapi Kok Bukan Jazz? Indra Lesmana Angkat Suara

Beberapa hari terakhir, jagat musik Indonesia dihebohkan oleh unggahan musisi jazz legendaris Indra Lesmana yang mengkritik sebuah festival musik besar di Indonesia. Pasalnya, festival tersebut menggunakan label “jazz” dalam namanya, tapi lineup panggungnya justru didominasi musisi dari genre lain—dari pop, R&B, hingga elektronik.

Lewat unggahan di Instagram, Indra menyebut bahwa praktik seperti ini bisa menyesatkan penonton, mengikis ruang bagi musisi jazz sesungguhnya, dan secara tidak langsung melemahkan identitas budaya jazz itu sendiri.

“Kalau memang tidak relevan untuk dinamakan sebuah Jazz Festival, jangan dipaksakan,” tulis Indra.

Jadi, Apa Itu Musik Jazz?

Jazz bukan sekadar genre—ia adalah bahasa musikal yang lahir dari rasa, spontanitas, dan interaksi. Berakar dari komunitas Afrika-Amerika di awal abad ke-20, jazz berkembang dari spirituals, blues, hingga ragtime, lalu meledak menjadi bentuk seni yang kaya dan terbuka.

Ciri khas utama jazz antara lain:

  • Improvisasi: Musisi jazz sering bermain “di luar partitur”, menciptakan melodi spontan saat tampil.

  • Swing & groove: Pola ritmis yang khas, membuat musiknya terasa hidup dan “mengalun”.

  • Dialog musikal: Dalam jazz, pemain saling mendengarkan dan merespons satu sama lain layaknya obrolan.

  • Kebebasan struktur: Tidak selalu mengikuti format lagu pop yang repetitif—jazz memberi ruang eksplorasi.

Jazz punya banyak subgenre, dari bebop, cool jazz, fusion, sampai nu-jazz yang lebih modern dan bisa menyatu dengan hip-hop atau elektronik. Tapi benang merahnya tetap: ruang ekspresi yang bebas, namun penuh disiplin musikal.

Lalu, Apa Itu Jazz Festival?

Sebuah festival jazz seharusnya menjadi panggung selebrasi untuk musik jazz dalam segala bentuknya. Ini bisa mencakup musisi jazz murni, fusion, atau kolaborasi lintas genre—selama semangat, teknik, dan identitas jazz tetap menjadi pusatnya.

Jazz festival yang baik juga tidak sekadar menampilkan konser, tapi membangun ekosistem edukasi, ruang apresiasi, dan pengakuan untuk musisi jazz lokal maupun internasional.

Kenapa Isu Ini Penting?

  • Edukasi Penonton: Banyak penonton muda datang ke “festival jazz” tapi justru tidak pernah benar-benar mendengar jazz. Ini membuat pemahaman publik terhadap genre ini menjadi kabur.

  • Visibilitas Musisi Jazz: Musisi jazz Indonesia sebenarnya sangat banyak dan berbakat. Namun mereka makin sulit dapat panggung jika label “jazz” hanya dijadikan gimmick marketing.

  • Integritas Festival: Menyematkan kata “jazz” bukan sekadar branding—itu adalah janji kuratorial. Dan janji itu seharusnya dijaga.

Apakah Salah Jika Ada Genre Lain di Festival Jazz?

Tidak salah. Festival jazz modern memang sering mengundang musisi dari genre soul, funk, atau world music—selama masih ada benang merah musikal dan panggung utama tetap diisi musisi jazz.

Yang jadi persoalan adalah ketika musik jazz justru tersingkir dan hanya jadi “pemanis” dari festival yang menjual nama jazz.

Jazz bukan soal eksklusifitas. Tapi soal kejujuran dalam bermain musik. Dan ketika label jazz dipakai hanya untuk daya jual tanpa menghormati akarnya, wajar jika para pelakunya angkat suara.

Next
Next

Pameran Staging Desire Ajak Pengunjung Memahami Seni Tanpa Perlu Ribet