Jakarta Doodle Fest 2025 Buktikan Doodle Mampu Naik Kelas

Kalau dulu doodle sering cuma dianggap sebagai aktivitas pengisi waktu luang dengan melakukan coretan iseng, kini doodle telah berkembang jauh menjadi sebuah bahasa visual modern dengan nilai kreativitas, komersial, sosial, hingga kultural yang kuat.

Melalui Jakarta Doodle Fest (JDF 2025), kita bisa melihat bagaimana doodle yang notabenenya telah menjadi pop art culture — telah membentuk ekosistem kreatif baru yang menjembatani seniman, creative entrepreneur (atau creativepreneur), penikmat seni, hingga brand untuk saling berinteraksi, berkolaborasi, dan mengapresiasi karya seni visual.

Doodle: Dari Hobi Personal ke Ruang Publik

Sebenarnya istilah doodle sudah muncul pada abad ke-17 yang berasal dari Bahasa Jerman seperti ‘Doodletopf’ atau ‘Dudeldop’ yang berarti ‘orang bodoh’ atau ‘dungu’. Pada 1930-an istilah doodle ini kemudian bergeser dengan dimaknai sebagai aktivitas mencoret-coret atau menggambar tanpa tujuan untuk mengisi waktu luang.

Pada 1998, doodle mulai populer di kalangan Generasi Milenial ketika Google Doodle hadir dengan menempatkan gambar-gambar unik di belakang logo Google sebagai lelucon. Kemudian puncaknya doodle juga semakin digemari oleh Gen Z pada 2010-an sebagai coretan asal dengan teknik menggambar tanpa mengangkat pensil hingga selesai.

Meski dulu sering dianggap sebagai ekspresi atau hobi personal, coretan iseng di buku atau bahkan di dinding rumah itu kini berhasil naik kelas. Para pekerja seni kreatif berhasil mengangkat doodle ke panggung yang lebih besar seperti pameran, produk lifestyle, home goods, hingga kolaborasi komersial sebagaimana yang terjadi di JDF 2025.

Ketika Seni Tak Hanya Memanjakan Mata Tapi Juga Fungsional

Sejak diselenggarakan pertama kali pada 2023, JDF yang digagas oleh TFR News telah memberikan ruang bagi seniman visual lintas generasi untuk menjadikan karya seni bukan sekedar visual yang memanjakan mata tapi juga membuatnya terasa accessible dan fungsional bagi publik, termasuk mereka yang masih awam dan asing soal karya seni.

Dengan tema ‘Welcome Home, Doodlers’, JDF tahun ini kembali hadir dengan menyoroti kreasi home goods dari kreator lokal dan mancanegara. Tema ini sebenarnya memunculkan harapan tentang bagaimana karya seni visual tidak hanya menjadi sebuah karya yang mengandalkan estetika tetapi juga bisa diproduksi menjadi barang fungsional seperti perabot rumah yang bisa ditemukan di Creator’s Market JDF.

“Harapannya, produk dari ilustrator dan desainer bisa menghiasi rumah-rumah dan tentunya digunakan juga, karena karakter visual pada produk akan memberikan sentuhan khusus di rumah,” jelas CEO TFR News & Co-Founder JDF, Christine Laifa. 

Oleh karena itu, di JDF 2025 ini karya seni dapat ditemukan dalam berbagai bentuk kreatif seperti peralatan makan, lampu, sarung bantal, tote bag, permainan tradisional, board games, hingga stationary. Jadi, sebenarnya seni tidak lagi eksklusif bagi kolektor yang mengincar barang mahal untuk dipajang saja, tapi juga bisa dibeli oleh semua orang dengan harga yang benar-benar terjangkau.

Kolaborasi Lintas Industri yang Saling Menguatkan

JDF 2025 juga menjadi ruang bagi para creativepreneurs untuk berkreasi dan berkolaborasi lintas industri untuk menciptakan nilai tambah suatu karya di luar estetika visual seperti entertainment dan isu-isu sosial.

Misalnya saja, kolaborasi antara Shercle (seniman) dengan JDF dan Jakarta Art House serta didukung oleh Galeri Indonesia Kaya ternyata mampu mempertemukan visual arts dan art performing menjadi suatu pertunjukan yang dapat memaknai seni slice of life secara jenaka melalui Musikal Absurd: Hidup Segan, But I’m Not Done yang akan berlangsung di November 2025 mendatang.

Selain itu, ada juga creativepreneur unik yang mendukung industri buku dan gerakan literasi Indonesia seperti Loekman dan Loevina dari LOLO. Mereka menyatukan semangat art visual dengan gerakan membaca buku dengan menghadirkan produk-produk bertajuk bookish merch dan nerdy doodles.

“Kita ingin orang-orang yang suka baca merasa senang dan di-support dengan merch ini. Terus ketika mereka pakai, orang-orang yang mungkin tadinya gak punya pikiran buat baca buku, pas lihat temennya pakai gantungan kunci atau sticker kayak gini jadi ikutan fomo. Jadi orang-orang tuh bisa mulai ngebiasain lagi baca buku,” ungkap owner LOLO, Loevina.

Dengan demikian, Jakarta Doodle Fest 2025 membuktikan bahwa kini Doodle bukan lagi aktivitas corat-coret tanpa arah, melainkan mampu membentuk ekosistem seni yang tumbuh sehat bersama dan berkelanjutan.

Di mana di JDF 2025 ini seniman atau creativepreneur jadi bisa menjual karya, membangun audiens, dan membuka peluang kolaborasi lintas sektor. Bahkan publik juga bisa belajar mengapresiasi seni dan mendukung kreator lokal tanpa merasa ‘uang terbuang dengan sia-sia’ yaitu dengan membeli produk-produk seni yang juga bisa digunakan sehari-hari di rumah.

Bagi Friends of Geometry yang tertarik untuk datang ke Jakarta Doodle Fest 2025 kamu bisa cek harga dan cara pembelian tiket masuknya di bit.ly/tiketjdf2025 atau informasi selengkapnya dapat diakses melalui instagram @jakartadoodlefest.

Next
Next

Dari Layar ke Panggung: Live Scoring Disney Resmi Singgah di Indonesia