Mad Pops: As Cool As Ice

AKI_6081.jpg

Apa lagi yang paling menyenangkan untuk dinikmati di bawah teriknya matahari Bali selain es krim bercitarasa segar? Ayu Peeters mencoba menawarkan es krim dan popsicle alternatif dengan bahan-bahan natural dan dairy-free yang akan membuat kita semua tidak merasa berdosa.

Pagi itu sesosok wanita dengan gaya grunge dalam helm berwarna silver ber-glitter datang di atas motor klasik ke sebuah workshop kecil di daerah Kerobokan. Dilihat dari gayanya, tidak akan ada yang menyangka bahwa wanita tersebut adalah seorang ice cream artisan. Dibalik sosoknya yang ‘garang’, Ayu Peeters menyimpan keceriaan yang ia tumpahkan ke dalam produk-produk brand buatannya – Mad Pops.

Begitu memasuki workshop, wanita blasteran Indonesia-Belgia ini mengecek semua pekerjaan karyawannya hari itu sebelum menyempatkan waktunya untuk mengobrol dengan kami. Ia dengan teliti memperhatikan segala sesuatunya; mulai dari proses pembuatan adonan dasar es krim, penempelan stiker, hingga pengemasan. Tak jarang kami lihat ia turun tangan sendiri membantu karyawan-karyawannya.

AKI_5972.jpg

“Saya lahir di sini (Indonesia –red.). Sekolah di Jakarta sampai usia 18 kemudian pindah ke Antwerp untuk belajar di sekolah seni. Lalu saya bertemu dengan pasangan saya – ia punya rumah di daerah Balian, sebuah desa surfing kecil di Bali. Kami pikir, ‘oke, kita harus ke Bali untuk membenahi rumah tersebut supaya bisa disewakan.’ Itulah awal mula kedatangan saya ke Bali.” Ungkap Ayu membuka percakapan.

Secara terang-terangan Ayu mengungkapkan bahwa dia tidak mempelajari ilmu kuliner secara akademis sebelum ini. Di Antwerp, Ayu justru mempelajari desain perhiasan dan fotografi. Namun pada saat yang bersamaan ia juga bekerja di sebuah restoran sushi yang cukup populer di Belgia. “Pemiliknya adalah seorang akuntan yang beralih menjadi sushi master. Dia tidak punya latar belakang apapun dalam mengolah sushi, namun bisa berhasil dan sukses di Belgia.” Kenang Ayu saat ditanya mengenai hari-harinya di Belgia. Sosok bosnya tersebut lah yang akhirnya menginspirasi Ayu untuk memulai bisnis ini. Ia belajar dari bos sekaligus mentornya itu bahwa jika kita mengerjakan segala sesuatunya sepenuh hati, maka kita bisa mencapai apapun yang diinginkan.

“Jika kita mengerjakan segala sesuatunya sepenuh hati, maka kita bisa mencapai apapun yang diinginkan.”

AKI_5928.jpg

Sambil mengemas popsicle ke dalam kantung-kantung plastik, Ayu bercerita mengenai kepulangannya ke tanah air dan awal mula Mad Pops. Pada tahun 2014 setelah menyelesaikan studinya di Antwerp, Ayu memutuskan untuk pindah bersama kekasihnya ke Bali. “Saya bekerja selama satu tahun di sana mati-matian untuk menyimpan uang supaya bisa memulai sesuatu di Bali. Ketika datang ke sini saya melihat bahwa Bali adalah pulau tropis dengan banyak buah, tapi mengapa tidak ada yang membuat popsicle, ya?”

Ide untuk memulai bisnis popsicle ini sebenarnya telah ada di benak Ayu sejak setahun sebelum ia kembali ke Bali. Namun baru setelah akhirnya ia menetap di sini lah, ia dapat merealisasikan pemikirannya tersebut. “Kami mencari mesin untuk membuat popsicle ini secara online. Kemudian kami nekat saja membeli dan mencari garasi atau ruang kosong di sekitar sini yang bisa disewa untuk menjadi tempat produksi.”

Pada mulanya saat Ayu memulai Mad Pops hanya ada ia dan kekasihnya.  “Saya ingat betul suatu hari sebelum libur akhir tahun. Kami bekerja sampai pukul tiga dini hari karena mengejar stok untuk dijual di Waterbom. Saat itu kami baru memulai menjual di sana dan langsung menjadi hits. Kami saat itu hanya punya mesin kecil yang cukup untuk produksi tiga liter, namun kami harus mengejar stok hingga 30 liter – dan mesinnya rusak! Saya menangis sejadi-jadinya! Karena seluruh adonan sudah disiapkan, tidak ada pilihan lain selain membuatnya menjadi popsicle. Karena kalau tidak adonannya akan basi. Akhirnya kami nekat mengaduk seluruh adonan dengan tangan alih-alih pakai mesin!” Kenang Ayu sambil tertawa. Dengan bisnisnya yang semakin berkembang, tim Mad Pops kini pun turut bertambah dari hanya dua orang menjadi 15 orang yang terbagi di workshop, outlet, dan logistik.

AKI_6030.jpg

Perbincangan kami terhenti sejenak saat Ayu mensupervisi mangga yang hendak diblender untuk dijadikan popsicle. Terlihat jelas bahwa Ayu merupakan pribadi yang detil saat ia mengecek kualitas mangganya satu persatu. Tak berapa lama, aroma harum mangga menyeruak saat salah satu pegawai workshop melumat satu ember penuh mangga dengan hand blender besar. Dengan teliti Ayu pun memperhatikan saat kemudian adonan mangga tersebut dituang ke dalam cetakan popsicle. “Untuk popsicle, kami memproduksi 200-300 buah perharinya. Sementara untuk es krim bisa hingga 30-40 liter perhari.” Ungkap Ayu.

AKI_5899.jpg

Tanpa terasa hari telah menjelang siang, Ayu pun mengajak kami untuk mendatangi outlet Mad Pops. “Kira-kira inilah hari-hari saya. Bangun di pagi hari dan bersantai sejenak. Kemudian ke sini (workshop – red.) untuk mengecek lalu ke outlet untuk mempersiapkan jam buka. Biasanya di outlet saya bersih-bersih dan menghitung uang penjualan hari sebelumnya.” Ungkapnya. “Biasanya saya lanjut makan siang babi guling di Umalas dan menikmati kopi sambil mengerjakan perhitungan bisnis.” Lanjutnya sambil bersiap mengendarai motornya menuju outlet

Outlet kecil yang berada di Jalan Kayu Aya tersebut terlihat sangat hipster tanpa terkesan pretensius sama sekali. Lampu neon bertuliskan “Ice Ice Baby” menjadi focal point yang kami yakin juga menjadi spot favorit pengunjung untuk berfoto. Setiba di sana, Ayu segera menyibukkan diri dengan mengurus penjualan dan mengecek beberapa es krim dan popsicle yang baru saja distok kembali.

Spirit do-it-yourself terasa sangat kental dalam Mad Pops, terlebih saat mengetahui bahwa Ayu mengerjakan semuanya sendiri – termasuk branding. “Saya sendiri yang melakukan semuanya; dari mendesain brand identity, kemasan, sampai mengunggah foto-foto di Instagram. Saya mencoba membuatanya begitu berwarna dan eye-catching. Saya nggak mau terlihat tradisional dan membosankan.” Sepertinya memang kepribadian yang playful yang ingin ia coba sampaikan melalui branding Mad Pops. “Sangat tidak serius karena es krim bukan hal yang serius.” Tambahnya.

“we try to keep it fun. That’s one thing. It’s a business, we try to make money, but it has to be fun or else it’s not going anywhere.”

rsz_aki_6173.jpg

Ayu kemudian men-scoop beberapa rasa es krim dan mengambil popsicle untuk kami nikmati. Sesaat kami lupa bahwa yang sedang kami santap adalah produk dairy-free karena gurih dan creaminess-nya serupa dengan es krim berbahan dasar susu hanya saja ada sedikit jejak rasa kelapa di akhirnya. Kami pun penasaran dengan proses kreatif Ayu dalam menciptakan rasa-rasa yang menarik untuk Mad Pops.

Menurutnya, berbagai pengalaman seperti perjalanan ke luar negeri, saat menemukan sesuatu hal yang menarik, saat membaca artikel di internet, semuanya dapat menjadi inspirasi baginya. “Kami terkadang mengikuti tren, sih. Seperti chia seeds – itu hype sekali, jadi kita juga mencoba membuat popsicle dengan tambahan chia seeds.”  Lanjut Ayu sambil menyantap es krim.

Sambil duduk di bangku kecil yang berada di depan toko, Ayu pun kembali bercerita mengenai bagaimana ia membangun brand Mad Pops. Saat ditanya mengenai bagaimana pertama kali ia memperkenalkan produknya, ia menjawab lugas, “Media sosial.” Bagi Ayu yang merupakan pendatang, media sosial merupakan channel terbaik untuk berkomunikasi. “Kami punya beberapa teman di sini, tapi kami bukan tipikal orang yang outgoing. Tapi saya yakin kalau kita punya produk yang bagus dengan kualitas yang bagus – orang akan tahu dengan sendirinya. Butuh waktu, memang. Buat kami sendiri butuh satu hingga dua tahun untuk akhirnya bisa menyadari bahwa bisnis ini berjalan dan menuju ke arah yang tepat.”

AKI_6225.jpg

Ayu pun berbagi cerita bahwa sesungguhnya ia telah menerima banyak tawaran untuk franchise dan distribusi produk hingga ke Australia. Namun ia tak mau terburu-buru. “Buat saya, brand ini belum sampai ke sana. Buat saya, Mad Pops belum seutuhnya selesai. Meski terdengan selfish dengan tidak memberikan kesempatan franchise, namun justru saya ingin menyelesaikan Mad Pops hingga benar-benar matang – saat ini semuanya masih di fase awal.” Jelasnya.

“Buat saya, brand ini belum sampai ke sana. Buat saya, Mad Pops belum seutuhnya selesai.”

Previous
Previous

Don't Crack Under Pressure

Next
Next

Tarum: Warna Warni Alam