Eksplorasi DNA Gen Z

Geometry-Gen Z Music.jpg

Selamat datang di era Generasi Z di mana Google menjadi pengganti perpustakaan, YouTube menggantikan televisi, dan Spotify menjadi pengganti radio. Dunia digital memang menjadi tempat para Gen Z bernaung dengan internet menjadi kebutuhan primer. Pola pikir instan dan perilaku dalam media sosial seringkali menjadi sinisme yang dilekatkan pada mereka oleh generasi-generasi sebelumnya. Meski sebenarnya terlepas dari itu, kehadiran mereka justru memberikan keberagaman tersendiri. Memahami ini menjadi penting untuk para pebisnis yang menjadikan mereka target konsumen. Faktanya, mereka memiliki karakter dan perilaku unik yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya.

Baru-baru ini Spotify merilis laporan tren global bertajuk Culture Next yang berisi observasi mereka terhadap Gen Z yang juga menjadi konsumen pengguna aplikasi music streaming ini. Spotify menemukan bahwa Gen Z memiliki kesadaran yang tinggi ketika mereka memilih menggunakan suatu brand. Diyakini pula bahwa mereka sebagai digital native menggunakan produk-produk digital untuk membuat sebuah perubahan. Sehingga mereka bisa memiliki peran yang punya nilai dan makna di masyarakat.

Menjunjung Tinggi Keberagaman

Spotify membuktikan bahwa pengguna aplikasinya yang berumur 18-25 tahun mendengarkan musik yang sangat beragam dan berasal dari seluruh dunia. Seolah musik memudahkan mereka untuk mengenal masyarakat global yang memiliki ragam budaya dan bahasa berbeda. Bahkan tidak jarang mereka membuat playlist dari satu subgenre yang bukan berasal dari negara mereka. Seperti contohnya orang Indonesia membuat playlist K-Pop.

Dari riset ini dapat disimpulkan bahwa globalisasi yang membuka pintu budaya luar masuk mendorong Gen Z menjunjung tinggi keberagaman. Mereka punya hasrat tinggi mengenal budaya lain sehingga mereka bisa membawa perubahan dalam rangka menyudahi kesenjangan sosial akibat budaya, ras dan suku. Perilaku mereka di media sosial pun sebenarnya tidak lagi hanya sekadar mencari hiburan melainkan menitikberatkan pada tujuan sosial agar terdapat sebuah perubahan di tengah masyarakat. Perilaku ini mendorong mereka untuk membangun atau berada di dalam kelompok komunitas mikro yang memiliki misi-misi sosial tertentu. 

Mencari Sesuatu Yang Personal dan Orisinil

Dalam penemuan Spotify, para Gen Z merasa kekuatan para pemengaruh (influencer) bukan sekadar seberapa banyak followers Instagram mereka. Bukan juga figur-figur yang sering tampil di layar kaca. Siapa pun bisa jadi pemengaruh mereka asal pesan yang disampaikan berhubungan dengan apa yang mereka hadapi dan alami. Selain itu karya yang orisinal, personal dan jujur adalah kunci mendapatkan perhatian dan keterlibatan Gen Z. Bahkan riset Spotify membuktikan ketika Gen Z ditanya: “Pesan apa yang diharapkan ada di setiap brand?” Jawaban mereka adalah pesan yang jujur, berhubungan dengan kesetaraan dan kebebasan.

Memiliki Perilaku dan Pemikiran Politis yang Tinggi

Gen Z mungkin tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan partai politik. Namun mereka peduli dengan isu-isu politik yang bisa memengaruhi kesejahteraan masyarakat. Di industri musik sendiri, Spotify menemukan Gen Z akan memberikan perhatian dan keterlibatan mereka pada musisi yang memiliki sikap politis demi terciptanya perubahan positif. Seperti Taylor Swift yang mengampanyekan pemilihan umum atau Rihanna dan Cardi B yang menyebarkan pesan solidaritas terhadap aksi kemanusiaan yang diusung pemain NFL, Colin Kaepernick.

Memerhatikan Kesehatan Mental dan Keseimbangan Hidup

Dari generasi-generasi sebelumnya Gen Z belajar bagaimana para pendahulu mereka tidak benar-benar sadar akan isu kesehatan mental dan keseimbangan hidup. Kini dengan terbukanya internet dengan beragam pengetahuan tentang kesehatan mental dan keseimbangan hidup, Gen Z berusaha untuk hidup dalam harmoni. Spotify membuktikan betapa banyak Gen Z yang memutar playlist untuk menemani tidur mereka. Selain itu mereka juga banyak memutar podcast bertemakan self-help, self-love dan pengembangan diri. Gen Z melakukan pencarian terhadap hal-hal yang dapat memahami kesulitan dan pergulatan hidup mereka. Oleh sebab itu, mereka pun sangat terbuka membicarakan kesehatan mental termasuk berbagi kesedihan, kegalauan dan kesepian mereka di ruang publik.

Gen Z melakukan pencarian terhadap hal-hal yang dapat memahami kesulitan dan pergulatan hidup mereka.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh brand? Menyadari ini, brand dapat mengambil keuntungan dari kecenderungan perilaku mereka dengan berinteraksi lewat ruang-ruang diskusi membicarakan topik yang relevan dengan perhatian mereka. Contohnya membuat podcast yang mendiskusikan keberagaman atau isu sosial lainnya. Brand juga bisa mencari akun-akun komunitas mikro yang merefleksikan identitas brand kemudian berkolaborasi membangun percakapan dengan Gen Z di dalamnya.

Tidak lupa juga setiap brand harus menyusun strategi penjualan yang tidak lagi berporos pada hard selling. Gen Z tidak lagi mencari produk yang memberikan mereka kebanggaan karena harganya mahal atau digunakan oleh selebriti ternama. Tapi mereka akan merasa bangga saat menggunakan sebuah produk yang menyematkan pesan moral dan sosial di dalamnya secara transparan. Ini berarti sebuah brand yang akan dilirik oleh Gen Z adalah brand yang dapat memberikan perubahan yang nyata. Orientasi Gen Z adalah aksi dan mereka memiliki kesadaran tinggi saat brand hanya berpura-pura menciptakan kampanye agar mereka menjadi konsumen. Libatkan figur-figur otentik yang memiliki advokasi tentang isu-isu sosial, kemanusiaan, dan lingkungan, dalam kampanye yang disebarkan. Jika tidak terpikirkan untuk membuat sebuah kampanye baru, sebagai alternatif brand bisa memberikan sponsor pada gerakan-gerakan sosial komunitas tertentu atau pada salah satu Gen Z yang juga pemengaruh dalam menggaungkan pesan-pesan positif.

Mereka akan merasa bangga saat menggunakan sebuah produk yang menyematkan pesan moral dan sosial di dalamnya secara transparan.

Gen Z juga akan berinvestasi pada brand yang menggelitik emosi mereka. Brand yang memahami pergulatan batin di mana brand tersebut dapat menjadi tempat mereka mencari inspirasi demi perbaikan hidup. Fokuslah pada pesan positif yang menyebarkan kebahagiaan. Seperti Spotify yang membuat playlist bertajuk Happiness, Mood Booster, dan lain-lain. Kata-kata dalam caption Instagram yang mengucapkan, Have a Great Day, misalnya. Singkatnya, brand harus mulai memahami bahwa kehidupan Gen Z sudah dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran akan permasalahan kompleks yang terjadi jauh sebelum mereka lahir. Gen Z seakan memiliki tanggung jawab sebagai penerus yang memperbaiki lingkungan dan dunia dari kesalahan yang dibuat generasi-generasi sebelumnya. Mereka punya kepercayaan diri yang tinggi untuk menjadi pemengaruh sehingga dapat dengan mudah membentuk pergerakkan mereka sendiri untuk membuat perubahan yang signifikan. Sehingga sebuah brand dapat melakukan penetrasi terhadap Gen Z saat sudah menunjukkan empati serta mendukung apa yang mereka percaya dan lakukan.

Previous
Previous

Memonetisasi Karya Seni

Next
Next

Buat Apa Beli, Kalau Bisa Sewa?